Laporan Human Rights Watch Indonesia “Aku Ingin Lari Jauh”: Ketidakadilan Aturan Berpakaian bagi Perempuan di Indonesia

Kabar Puan34 Views

Kabar Damai | Jumat, 19 Maret 2021

 

Ketidakadilan Aturan Berpakaian bagi Perempuan di Indonesia

 

Laporan Human Rights Watch Indonesia

 

Ringkasan

Selama dua dekade terakhir, perempuan dan anak perempuan di Indonesia menghadapi tuntutan hukum dan sosial, yang belum pernah ada sebelumnya, untuk mengenakan pakaian yang dianggap Islami sebagai bagian dari upaya lebih luas untuk memberlakukan Syariat Islam, di banyak daerah di negeri ini. Tekanan ini meningkat secara kuat dan cepat dalam beberapa tahun terakhir.

Pada tahun 2014, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menerbitkan peraturan tentang seragam sekolah, yang secara luas, ditafsirkan guna mewajibkan siswi Muslim mengenakan jilbab sebagai bagian dari seragam sekolah negeri. Sebelum dan sejak peraturan tersebut, banyak pemerintah daerah mebuat ratusan peraturan bernuansa Syariat, termasuk aturan dengan sasaran perempuan dan anak perempuan serta pakaian mereka. Di Indonesia, istilah “jilbab” –dalam bahasa Arab artinya “sekat”– digunakan untuk merujuk pada kain yang menutupi kepala, leher, dan dada. Hijab –dalam bahasa Arab artinya “penutup”– biasanya merupakan kain yang menutupi rambut, telinga dan leher, terkadang juga menutupi dada. Banyak dari aturan ini mewajibkan jilbab atau hijab dilengkapi kemeja lengan panjang dan gaun panjang.

Baca juga: Peluncuran Laporan “Aku Ingin Lari Jauh”: Ketidakadilan Aturan Berpakaian untuk Perempuan di Indonesia

Laporan ini mencermati bermacam aturan diskriminatif dan tekanan sosial terhadap perempuan dan anak perempuan agar mengenakan jilbab di sekolah negeri, di kalangan pegawai negeri sipil, dan di kantor pemerintah. Sejumlah anak perempuan, perempuan dewasa, dan keluarga mereka dari berbagai daerah di Indonesia menjelaskan kepada Human Rights Watch dampak dari aturan busana ini dan bidang lainnya, mulai soal jam malam hingga larangan duduk mengangkang sepeda motor.

Seorang ibu di Yogyakarta menggambarkan dampak dari aturan seragam sekolah tahun 2014 pada putrinya yang masih remaja sejak masuk ke sekolah negeri pada 2017: “Meskipun sekolah dan para gurunya tidak secara eksplisit mengatakan bahwa dia harus mengenakan jilbab, mereka memberikan komentar yang tidak diinginkan atau merendahkan pilihannya untuk tidak memakai jilbab. Tekanannya implisit, tapi terus-menerus.”

 

Selanjutnya klik di https://www.hrw.org/id/report/2021/03/18/378167

 

Sumber: HRW Indonesia (hrw.org)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *