Kabar Damai | Senin, 28 November 2022
Jepara I Kabardamai.id I Dalam rangka mendorong pemulihan ekonomi global yang berkelanjutan melalui Forum G20, Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM FEB UI) baru saja mengadakan webinar diseminasi hasil riset yang bertajuk “Kontribusi LPEM FEB UI untuk T20 Indonesia demi Mendorong Pemulihan Ekonomi Global yang Berkelanjutan melalui Forum G20” pada Rabu, 9 November 2022.
Dr. Alin Halimatussadiah, Executive Coordinator of T20 Indonesia, membuka webinar dengan memaparkan sekilas mengenai Think Tank 20 (T20), salah satu engagement group yang memberikan solusi untuk G20, yang mana LPEM dan CSIS menjadi host untuk T20.
Terdapat dua produk utama T20, yakni T20 Communique (ekstrak rekomendasi untuk G20) dan T20 Policy Brief, yang merupakan garapan masing-masing task force dan disusun oleh authors dari berbagai think tank. Alin kemudian menjelaskan garis besar webinar. “Webinar ini akan mempersembahkan rekomendasi utama T20, peran T20 dalam memberikan rekomendasi pada G20, dan empat pembicara yang merupakan authors dari empat policy brief.”
Webinar dilanjutkan dengan keynote speech yang diberikan oleh Prof. Bambang Brodjonegoro, Lead Co-Chair T20 Indonesia. Prof. Bambang memberi paparan yang lebih mendalam mengenai “Peran T20 untuk Presidensi G20 Indonesia”. T20 berinteraksi dengan engagement group G20 lainnya serta berkolaborasi intensif dengan working group di bawah pemerintah, khususnya kementerian, seperti terkait energi, pembangunan, keuangan, dan digital economy.
T20 berhubungan erat dengan dua track utama dalam G20: finance track dan sherpa track. Sebagai kumpulan think tank dan lembaga riset, diharapkan T20 dapat memberikan hasil yang berkualitas dan independen dalam memberikan solusi inovatif. T20 melalui T20 Communique telah mengeluarkan lima rekomendasi kebijakan utama: fostering recovery and resilience, accelerating the progress towards net zero emission, governing transformation to the digital society, making the economy inclusive and people-centered, dan reviving global governance.
Baca juga : Rekomendasi KUPI II Soroti Perlindungan Jiwa Perempuan
Setelah pemaparan lebih rinci mengenai T20, empat policy brief dijelaskan bergantian. Pertama, M. Dian Revindo, Co-author Policy Brief di Task Force 1, menguraikan policy brief “Global Value Chain Inclusivity and Digital Entrepreneurship”.
Policy brief ini mengangkat tantangan inklusivitas pada global value chain (GVC) untuk perdagangan berkelanjutan, yang mencakup: rendahnya partisipasi UMKM, rendahnya input lokal, sedikitnya kesempatan kerja untuk tenaga kerja berpendidikan rendah, penyebaran investasi yang tidak merata, dan distribusi keuntungan yang tidak merata di sepanjang rantai nilai produksi.
Secara keseluruhan, policy brief ini merekomendasikan untuk mendorong pengembangan dan adopsi ekonomi digital, mempercepat literasi digital dan pemanfaatan teknologi digital secara produktif, memperbaiki regulasi atas persaingan dan keamanan data, serta mengembangkan penggunaan digital-end-to-end.
Policy brief kedua berjudul “International Financing Framework to Bridge The Climate Financing Gap Between Developed and Developing Countries” dan dipaparkan oleh Teuku Riefky, Co-author Policy Brief di Task Force 7. Policy brief ini secara spesifik mengangkat isu kapasitas pembiayaan untuk perubahan iklim, dengan menekankan urgensi isu perubahan iklim yang dihambat oleh kebutuhan pembiayaan yang besar, terutama di negara berpenghasilan rendah dan menengah.
Rekomendasi yang diusulkan adalah penghapusan pajak atas pendapatan bunga pemilik green bonds terbitan negara berkembang yang memenuhi syarat. Lebih lanjut, policy brief ini menekankan peran G20 dalam mendorong penyusunan kerangka pada proposal serta melakukan koordinasi, mobilisasi, dan integrasi dari proposal yang sudah disampaikan. Ada pula rekomendasi untuk membuat kerangka terstandarisasi untuk mengakomodasi proposal yang sudah disampaikan.
Berikutnya, Jahen F. Rezki, Co-author Policy Brief di Task Force 9, menjelaskan policy brief berjudul “Impact Investing: Fueling The SDGs”. Jahen menjelaskan bahwa impact investment merupakan kontributor yang penting dalam tercapainya target SDGs, sebab investasi yang dilakukan pemerintah, development agencies, dan berbagai pihak lainnya tidak mampu mencapai target yang ditetapkan untuk 2030.
Policy brief ini mengusung strategi untuk mendorong impact investment yang terdiri atas tiga tahap, yakni preparation phase, investment phase, serta beyond preparation and investment phase. Meskipun sektor swasta merupakan aktor utama, peran pemerintah juga penting, salah satunya berkolaborasi untuk mendorong pembentukan unified database untuk melakukan mapping atas potensi proyek.
Terdapat dua rekomendasi yang disampaikan untuk G20, yaitu: (i) memastikan bahwa adopsi impact investing bersifat inklusif untuk semua negara; dan (ii) mengeksplorasi seluruh kesempatan untuk meningkatkan adopsi impact investing yang dapat dilakukan melalui upaya di tingkat supra-nasional dan negara.
Policy brief terakhir berjudul “Regional Cooperation for Financing Renewable Energy in Southeast Asia” yang disampaikan oleh Rafika Farah Maulia, Co-author Policy Brief di Task Force 3. Salah satu isu pengembangan energi terbarukan adalah terbatasnya akses sumber pembiayaan, dengan investasi di Asia Tenggara hanya sebesar 4% dari investasi global.
Kedua, risiko proyek tinggi, sehingga menyebabkan biaya pendanaan yang tinggi. Ketiga, kurangnya ketersediaan project pipeline yang memadai dan memberi sinyal risiko yang lebih tinggi. Dengan demikian, rekomendasi diarahkan pada peningkatan pembiayaan.
Tiga rekomendasi utama yang diusulkan antara lain adalah pengembangan platform terintegrasi sebagai pusat investasi, penurunan biaya pendanaan proyek EBT di negara-negara ASEAN, serta peningkatan enabling environment untuk mempromosikan ketahanan energi regional. Poin lain yang diangkat adalah pentingnya sinergi seimbang antara sektor swasta dan pemerintah untuk mendorong tercapainya target-target iklim, khususnya pada sektor energi.