Kisah Elisheva Wiriaatmadja, Seorang Keturunan Yahudi di Indonesia

Kabar Utama218 Views

Kabar Damai | Senin, 22 Maret 2021

 

Jakarta | kabardamai.id | Elisheva Wiriaatmadja adalah seorang keturunan Yahudi di Indonesia yang merupakan salah satu pendiri Yayasan Eits Chaim Indonesia.

Ia adalah penganut Yudaisme. Ia mengakui bahwa pencarian spiritual mengarahkannya untuk memeluk ke agama leluhurnya yang merupakan Bangsa Yahudi. EitsChaim.org didirikan oleh dikelola oleh Yahudi Indonesia dan Bnei Noah Indonesia.

Elisheva Wiriaatmadja merupakan perempuan berkenegaraan Indonesia yang memiliki darah Yahudi.

“Setelah saya tes DNA di Family Tree DNA, ternyata saya bukan keturunan Yahudi Belanda. Saya ternyata keturunan Yahudi yang bermigrasi dari Eropa Timur,” ujarnya kepada CNN Indonesia, awal Agustus (3/8/2016) lalu.

Ia mengaku generasi keempat dari keluarga besarnya yang berdarah Yahudi. Ibu dari neneknya itu datang ke Hindia Belanda tahun 1819. Sejak itu, keluarga besar Elisheva telah kawin-mawin dengan berbagai suku di Indonesia.

Sebagian besar dari keluarga Elisheva telah meninggalkan tradisi dan tidak lagi memeluk agama Yudaisme. Tujuh tahun lalu, Elisheva memutuskan untuk merekonstruksi sejarah keluarganya dan kembali menjalankan ajaran yang dipercayai nenek moyangnya.

 

Tentang Yayasan Eits Chaim

Melansir laman resmi Eits Chaim, tujuan didirikannya Eits Chaim adalah untuk memberantas segala bentuk hoaks terhadap umat Yahudi dari tiga segi fundamental Yudaisme sebagai berikut:

Pertama, hoaks dari sisi agama Yahudi yakni hoaks yang timbul karena kitab Yahudi diacak-acak dan diterjemahkan dengan sembarangan.

Kedua, hoaks dari sisi kemanusiaan Yahudinya yaitu hoaks tentang blood libel dan hoaks anti semitism lainnya.

Ketiga, hoaks dari sisi tanah Israel yang merupakan hoaks yang beredar luas mengenai konflik di Timur Tengah.

Eits Chaim mempromosikan pemahaman yang benar tentang Yudaisme sesuai dengan kitab-kitabnya, dan kepercayaannya yakni Yudaisme. Fokus pengajaran Eits Chaim adalah ke-Esa-an Tuhan, sebab hal tersebut adalah esensi dari pengajaran Avraham Avinu (Abraham Bapak Kami).

Rabbi pengawas Yayasan Eits Chaim adalah Rabbi Tovia Singer yang pengajarannya banyak menjadi sumber EitsChaim.org. Rabbi Tovia Singer adalah Direktur dari Outreach Judaism.

Outreach Judaism merupakan organisasi counter-missionary yaitu organisasi Yahudi yang menjawab usaha-usaha misionaris untuk mengkristenisasi kaum Yahudi di seluruh dunia.

Di Indonesia sendiri, target pelayanannya adalah 1000 orang Yahudi Iraq, Yahudi Peru, dan Yahudi Belanda yang kesemuanya tersebar di seluruh penjuur Indonesia.

Dalam proses merangkul para keturunan Yahudi tersebut secara daring, tak dapat dipungkiri bahwa banyak non-Yahudi menjadi ikut tertarik pada pengajaran Yudaisme, sesuai dengan nubuat Zakaria 8:23.

“Rabbi” dalam Yahudi adalah gelar edukasi seperti MBA atau “Sarjana Teologi” atau “Dr.” Kaum Yahudi tidak sembarang menyebut seseorang Rabbi. Yohannes Elias adalah salah satu admin Eits Chaim, tapi bukan Rabbi, dan tidak pernah mengklaim sebagai Rabbi.

Baca juga: Cerita Tentang Agama-agama Dunia dalam World Religions Today

Meluruskan Konsep Mesias yahudi

Selain itu, Eits Chaim juga memiliki tugas untuk meluruskan konsep mesias Yahudi yang tidak dipahami oleh umat non-Yahudi, sesuai dengan apa yang tertulis dalam semua kitab kami, bukan hanya Tanakh.

Kaum non-Yahudi yang memilih untuk mengikuti pemahaman ini disebut sebagai Bnei Noah atau anak-anak Nuh (bukan Yahudi). Nama tersebut mengacu pada kepercayaan Nuh yang berpegang kepada Tuhan yang Esa.

Bnei Noah di dunia berpusat di Yerusalem dengan laman resmi www.noahide-academy.com, di bawah Rabbi Chabad Yahudi Moshe Peretz. Sementara itu, Bnei Noah di Indonesia berada di bawah pengayoman Rabbi Tovia Singer, dan berafiliasi dengan Noahide Academy di Yerusalem.

Salah satu bentuk afiliasi Noahide Academy di Yerusalem dan Bnei Noah di Indonesia adalah kerjasama penyediaan siddur yaitu buku doa harian untuk Bnei Noah dalam bahasa Indonesia untuk keturunan Yahudi di Indonesia.

Pusat pengajaran Bnei Noah di luar Indonesia yang paling dekat berada di Synagoge Maghein Abbot di Singapore. Pengajar di sana adalah Rabbi Israel ben Said. Kelas lainnya, ada pula di Synagoge Chesed El dengan pengajar Rabbi Fettman. Keduanya berada di bawah payung Chief Rabbi Mordechai Abergel.

Fakta dan bukti di lapangan menunjukkan bahwa konversi menjadi Yahudi dilakukan oleh dua kelompok yang aktif menyediakan mikveh (baptis yahudi), teudah (sertifikat konversi) dan Beit Din (team hakim agama). Dua pihak yang aktif menyediakan ketiga hal tersebut tercatat tidak memiliki afiliasi dengan Eits Chaim.

Dalam laman resminya, Eits Chaim menyatakan bahwa yayasan tersebut hanya membantu memfasilitasi para keturunan Yahudi Irak, Peru, dan Belanda yang hendak kembali ke Yudaisme melalui Eits Chaim.

Cara yang dilaukan adalah dengan mengkoneksikan mereka ke Mahkamah Agung Agama di Yerusalem atau Pengadilan Agama di Sydney. Proses dan keputusan akhir tentang konversi berada sepenuhnya di tangan Mahkamah/Pengadilan yang bersangkutan.

Sebelumnya, hal tersebut diberitakan secara luas terkait kunjungan Wakil Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, Antony Blinken ke Tanah Air pada April 2016 lalu. Pada saat itu, Blinken menyempatkan diri untuk menghadiri perayaan Paskah Yahudi atau Passover yang digelar di Jakarta.

 

Komunitas Yahudi di Indonesia

Kepada Liputan6, Elisheva menyatakan bahwa sebenarnya sudah lama komunitas Yahudi berada di Indonesia dan bertahan hingga saat ini. Terkait keturunan Yahudi di Indonesia dia menyatakan bahwa jumlahnya ada sekitar 2.000 orang.

Meski begitu, tidak semua keturunan Yahudi di  Indonesia memeluk agama Yahudi. “Yang benar-benar kembali ke akar dan mengikuti Yudaisme tak sampai 200 orang.” Ujar dia.

Elisheva mengaku tak mudah menjadi pemeluk agama Yahudi di Indonesia. Kesulitan tersebut semakin terasa khususnya untuk mendapatkan daging yang kosher atau buku-buku agama.

Ia melanjutkan, “namun, kita menjadi Yahudi bukan karena gengsi, bukan karena keren, atau hanya ikut tren. Ini sungguh-sungguh pencarian karena Tuhan, sehingga apa pun tantangannya bisa diatasi.”

Perempuan yang menghabiskan masa kecilnya di Jerman tersebut mengaku bersyukur karena masyarakat Indonesia ternyata lebih terbuka daripada yang dipikirkan oleh banyak orang.

Elisheva menjelaskan, masalahnya terletak di banyaknya masyarakat Indonesia yang tidak mendapatkan kesempatan untuk berinteraksi dengan pemeluk Yudaisme sehingga tidak tahu pasti bagaimana bentuk Yudaisme.

Ada masyarakat yang mengatakan membenci Yahudi. Padahal, mereka tidak pernah tahu orang Yahudi seperti apa. Elisheva menyatakan, ketika bertemu, tak ada alasan untuk benci.

Sebab sejatinya, ada persamaan antara umat Yahudi di Indonesia dengan pemeluk agama lain yakni satu bangsa, bagian dari keluarga, masyarakat, tetangga. “Ketika menyadari hal itu, Yahudi-nya bukan suatu penghalang,” pungkasnya.[]

 

Penulis : Ayu Alfiah Jonas

Editor: Ahmad Nurcholish

Sumber : CNN Indonesia | eitschaim.org | Liputan6.com

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *