Keraton Kesultanan Sambas: Situs Sejarah dan Bukti Kebesaran Islam di Kalbar

Kabar Utama101 Views

Oleh: Nisa

Kesultanan Sambas, menurut sejarawan, mulai berdiri sejak pemerintahan Sultan Muhammad Shafiuddin I (1631-1668). Namun bangunan keraton yang berdiri menghadap Muara Ulakan (persimpangan tiga sungai, yakni Sungai sambas Kecil, Sungai Teberau dan Sungai Subah) didirikan mulai Sultan ke-2, Sultan Muhammad Tajuddin I (Raden Bima) yang berkuasa tahun 1668-1708.

Sedang bangunan keraton yang ada kini berdiri merupakan pembangunan kembali pada  zaman Sultan Muhammad Mulia Ibrahim Shafiuddin yang memerintah Sambas pada tahun 1931-1944. Seperti halnya keraton etnis Melayu lainnya, warna kuning emas sangat mendominasi warna bangunan istana, yang tegak dengan bahan kayu belian (kayu besi). Warisan budaya ini terawat cukup baik, dan masih bisa bercerita tentang kejayaan daerah Sambas di jamannya.

Ditengahnya keraton Sambas terdapat tiang bendera yang bentuknya menyerupai tiang pancang bendera di kapal besar. Di sekitar tiang terdapat tiga meriam canon yang siap menjaga tiang bendera, konon didapatkan dari pasukan Inggris. Di sisi lapangan sebelah Utara terdapat masjid jamik keraton yang bangunannya juga kokoh dari kayu belian.

Masjid agung bagi keraton Sambas itu asal mulanya kecil seperti mushola, namun pada tahun 1885 mulai dikembangkan menjadi masjid jamik (masjid agung). Warna masjid juga didominasi kuning emas dengan beberapa bagian diselingi warna hijau. Namun untuk tempat berwudhu sudah berubah dari aslinya, karena bentuknya merupakan bentuk bangunan baru.

Keraton Sambas di sebut juga Istana AlwatzikHoebbillah. Sebuah kerajaan atau biasa di kenal dahulu dengan negeri Sambas yang dulu di pimpin oleh keluarga sultan. Kerajaan ini di bangun pada Tahun 1662 masehi yang kerajaan sambas pada puncak kejayaan pada Tahun 1757 masehi.

Baca Juga: 28 Juni: Hari Berkabung Daerah Kalbar

Pusat pemerintahan Kesultanan Sambas terletak di daerah pertemuan sungai pada bidang tanah yang berukuran sekitar 16.781 meter persegi. Pada bidang tanah ini terdapat beberapa buah bangunan, yaitu dermaga tempat perahu/kapal sultan bersandar, dua buah gerbang, dua buah paseban, kantor tempat sultan bekerja, bangunan inti keraton (balairung), dapur, dan masjid sultan. Bangunan keraton menghadap ke arah barat ke arah sungai Sambas, ke arah utara dari dermaga terdapat Sungai Sambas Kecil, dan ke arah selatan terdapat Sungai Teberau.

Disekeliling tanah keraton merupakan daerah rawa-rawa dan mengelompok di beberapa tempat terdapat makam keluarga sultan. Gerbang masuk yang menuju halaman keraton dibuat bertingkat dua dengan denahnya berbentuk segi delapan dan luasnya 76 meter persegi. Bagian bawah digunakan untuk tempat penjaga dan tempat beristirahat bagi rakyat yang hendak menghadap sultan, dan bagian atas digunakan untuk tempat mengatur penjagaan.

Selain itu, bagian atas pada saat-saat tertentu digunakan sebagai tempat untuk menabuh gamelan agar rakyat seluruh kota dapat mendengar kalau ada keramaian di keraton. Di tengah halaman keraton dapat dilihat tiang bendera yang disangga oleh empat batang tiang. Tiang bendera ini melambangkan sultan, dan tiang penyangganya melambangkan empat pembantu sultan yang disebut wazir. Di bagian bawah tiang bendera terdapat dua pucuk meriam, dan salah satu di antaranya bernama Si Gantar Alam.

Sebelum memasuki keraton, dari halaman yang ada tiang benderanya, Anda harus melalui lagi sebuah gerbang. Gerbang masuk ini juga terdiri dari dua lantai, tetapi bentuk denahnya empat persegi panjang. Setelah melalui gerbang kedua dan pagar halaman inti, sampailah pada bangunan keraton. Di dalam kompleks keraton terdapat tiga buah bangunan. Di sebelah kiri bangunan utama terdapat bangunan yang berukuran 5 x 26 meter. Pada masa lampau bangunan ini berfungsi sebagai dapur dan tempat para juru masak keraton.

Disebelah kanan bangunan utama terdapat bangunan lain yang ukurannya sama seperti bangunan dapur. Bangunan ini berfungsi sebagai tempat Sultan dan pembantunya bekerja. Dari bangunan tempat Sultan bekerja dan bangunan utama keraton dihubungkan dengan koridor beratap dengan ukuran panjang 5,90 meter dan lebar 1,50 meter.

Pada bagian dalam bangunan tempat Sultan dan pembantunya bekerja, tersimpan beberapa benda pusaka kesultanan, di antaranya singgasana kesultanan, pedang pelantikan Sultan, gong, tombak, payung kuning yang merupakan lambang kesultanan, dan meriam lele. Meriam lele yang jumlahnya tujuh buah hingga sekarang masih dianggap barang keramat dan sering diziarahi penduduk.

Bangunan utama keraton Terdiri atas tujuh ruangan, yaitu balairung terletak di bagian depan, kamar tidur sultan, kamar tidur istri sultan, kamar tidur anak-anak sultan, ruang keluarga, ruang makan, dan ruang khusus menjahit.

Penulis: Nisa, Milenial Pontianak

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *