Kekerasan Polisi dan Upaya Mengakhirinya

Kabar Utama154 Views

Kabar Damai | Jumat, 02 Juli 2021

Jakarta | kabardamai.id | Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) menyatakan, selama Juni 2020 sampai Mei 2021, terjadi 651 kasus kekerasan yang dilakukan oleh anggota polisi.

Anggota Divisi Riset dan Dokumentasi Kontras Rozy Brilian mengungkapkan, dari catatan itu, tindak kekerasan paling banyak terjadi di tingkat polres.

“Dari 651 ini, 135 kasus terjadi di tingkat polda, 399 kasus di tingkat polres, dan 117 kasus di tingkat polsek,” kata Rozy dalam konferensi pers ‘Laporan Tahunan Bhayangkara’ yang disiarkan secara daring, Rabu, 30 Juni 2021.

Rozy, dilansir dari kompas.com (30/6),  memaparkan, tindak kekerasan yang paling banyak dilakukan adalah penembakan pada penanganan aksi kriminal, yaitu sebanyak 390 kasus.

Menurut catatan Kontras, aksi penembakan oleh polisi ini setidaknya telah menyebabkan 13 orang tewas dan 98 orang luka-luka.

Ia pun mencontohkan kasus penembakan Deki Susanto, buron kasus judi di Solok Selatan, Sumatera Barat. Deki ditembak mati oleh oknum polisi, Brigadir K, pada 27 Januari 2021.

Baca Juga: Oknum Polisi Perkosa Remaja di Maluku, Kemen PPPA: Berikan Pidana Berat

“Tingginya angka penembakan telah dilaporkan Kontras pada tahun-tahun sebelumnya dan tidak ada perbaikan signifikan,” ujar dia, dikutip kompas.com.

Menurut Rozy, hal ini disebabkan minimnya evaluasi penggunaan senjata api di tubuh Polri. Padahal, juga sudah ada Peraturan Kepala Kepolisian (Perkap) Nomor 8 Tahun 2009 tentang Implementasi HAM oleh Polri dan Perkap Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian.

“Tapi tidak pernah jadi acuan atau pertimbangan bagi kepolisian sebelum mengambil tindakan yang dianggap perlu,” katanya.

Bentuk tindak kekerasan lain yang banyak dilakukan anggota kepolisian adalah penangkapan sewenang-wenang sebanyak 75 kasus, penganiayaan sebanyak 66 kasus, dan pembubaran paksa sebanyak 58 kasus.

Aktor Utama Penyiksaan

Sebelumnya, Kontras menyebutkan  aparat kepolisian menempati posisi pertama terbanyak melakukan penyiksaan. Dari 80 kasus yang dihimpun Kontras sejak Juni 2020 hingga Mei 2021, setidaknya ada 36 penyiksaan dilakukan oleh aparat kepolisian.

“Tercatat oleh KontraS, diambil dari data pemantauan media, advokasi, serta jaringan, kepolisian masih menjadi aktor utama dalam kasus-kasus penyiksaan, yakni sebanyak 36 peristiwa,” kata Koordinator Kontras, Fatia Maulidiyanti lewat keterangan tertulisnya, Jumat, 25 Juni 2021.

Pada posisi kedua ditempati oleh Kejaksaan sebanyak 34 kasus.

“Yang mana didominasi oleh peristiwa penghukuman cambuk di Aceh,” imbuh Fatia, dikutip suara.com (25/6).

Selanjutnya pada posisi ketiga ditempati oleh Institusi TNI (AD, AL, AU) sebanyak 7 kasus dan sipir sebanyak 3 kasus.  Dari puluhan kasus tersebut menimbulkan 182 korban dengan rincian 166 korban luka dan 16 korban tewas.

Sementara di sebaran wilayah peristiwa praktik penyiksaan dan tindakan manusiawi di Indonesia begitu beragam. Kasus penyiksaan tertinggi terjadi pada wilayah Aceh 34 Kasus, Papua 7 Kasus dan Sumatera Utara 5 kasus.

“Bentuk-bentuknya pun beragam, mulai dari penyiksaan dalam tahanan, salah tangkap, penangkapan secara sewenang-wenang, tindakan tidak manusiawi, hingga pembiaran terhadap praktik-praktik penyiksaan,” terang Fatia.

Dua Rekomendasi

Karena masih langgengnya budaya penyiksaan yang dilakukan aparat di Tanah Air ada beberapa rekomendasi yang dikeluarkan Kontras.

“Pertama dalam hal peningkatan akuntabilitas dan perbaikan, institusi yang dominan terhadap terjadinya praktik-praktik penyiksaan, seperti TNI, Polri, dan Lapas sudah saatnya membuka diri untuk evaluasi secara menyeluruh dengan melibatkan pengawasan eksternal,” ujar Fatia.

“Kedua, dari segi regulasi, pemerintah harus segera menginisiasi suatu perumusan peraturan perundang-undangan nasional mengenai penghapusan praktik penyiksaan, perlakuan atau penghukuman lain yang kejam, tidak manusiawi atau merendahkan martabat manusia sesuai dengan mandat UNCAT,” sambung Fatia. [kompas.com/suara.com]

 

Editor: Ahmad Nurcholish

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *