Kabar Damai | Jumat, 03 Juni 2022
Jakarta I Kabardamai.id I KH. Dr. Ali Nurdin, M. A., seorang penceramah membenarkan bahwa kedudukan perempuan dan laki-laki adalah setara sehingga mengganggapnya sebagai kelompok nomor dua bukanlah hal yang dapat dibenarkan.
Ia menyatakan, Alquran beberapa kali menegaskan sebuah prinsip bahwa Allah menciptakan segala makhluk dengan berpasangan. Misalnya yang tertera dalam surah 36 ayat 36 yang artinya ‘maha suci Tuhan yang menciptakan suatu berpasangan,’. Dalam konteks manusia, ada laki-laki dan ada juga perempuan.
Kaum perempuan sering kali diidentikkan dengan golongan yang lemah yang sebenarnya bukan dalam konteks agama. Dalam konteks agama, laki-laki dan perempuan memiliki tugas dan kewajiban yang seimbang, tidak ada yang saling melebihi.
“Jika ada kelebihan laki-laki dalam hal tertentu, juga pasti ada kelebihan tertentu pada kaum perempuan,” ujarnya.
Salah satu faktor dari hal tersebut misalnya terdapat pada surah 4 ayat pertama, Allah berfirman: ‘Wahai manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu yaitu Adam dan dari padanya Allah menciptakan Hawa,’. Kata daripadanya, berarti berasal dari tulang rusuklah Hawa diciptakan.
Darisana kemudian ada yang menyimpulkan bahwa perempuan harus selalu ada dibawah dominasi laki-laki. Padahal, jika ditelurusi dari sekian banyak ayat dan hadist Alquran, maka akan didapatkan hal-hal yang sebaliknya.
Lebih jauh menurutnya, tantangan yang ada dalam masyarakat saat ini dalam hal pemberdayaan perempuan adalah menghadapi pandangan, tradisi hingga norma yang boleh jadi disandarkan pada teks-teks agama yang seringkali memposisikan sesuatu yang tidak pada tempatnya.
Baca Juga: Kedudukan Perempuan dalam Islam
Salah satu ayat yang juga kerap disalahpahami sehingga menempatkan perempuan seringkali berada pada posisi nomor dua dari makhluk ciptaan Tuhan berada pada surah 33 ayat 33 yang artinya ‘hendaklah kalian para wanita tinggal di rumah,’.
Dari ayat ini kemudian banyak yang memahami bahwa wanita tidak boleh keluar rumah tanpa izin suami baik untuk bekerja dan seterusnya. Padahal, harusnya ini berada pada konteks pembagian tugas.
Pada ayat lain disebutkan, ‘suami berkewajiban untuk mencari nafkah, maka istri diwajibkan untuk mengelola rumah tangga,’. Itulah, dalam hubungan suami istri seperti sering disebut dalam Alquran yang justru keduanya adalah seimbang.
Misal, dalam surah nomor 2 ayat 187 yang artinya: ‘istri adalah pakaian bagi suami, suami adalah pakaian bagi istri,’. Pakaian setidaknya bermakna ada dua yaitu menutup aurat dan menampakkan keindahan.
Maka, dalam konteks laki-laki dan perempuan penting untuk saling menguatkan dengan cara tidak menonjolkan kekurangan masing-masing, namun dengan menonjolkan kebaikan dan menunjukkan sesuatu yang dapat mempererat hubungan masyarakat yang baik.
Oleh karenanya, berbagai istilah baik itu emansipasi dan atau sebagainya pada hakikatnya adalah sebuah ikhtiar bagi kaum perempuan pada porsi yang sebenar-benarnya. Tidak terdegradasi oleh pemahaman dan tantangan, norma dan tradisi yang kerap menempatkan mereka tidak pada tempatnya.
“Maka tugas ini adalah tugas yang memang tidak mudah tapi setiap orang harus berikhtiar dan berusaha bersama-sama bahwa mereka akan juga sama sebagai bagian dari makhluk yang berhak menerima kemuliaan di dunia dan di akhirat,” tutupnya.
Penulis: Rio Pratama