Oleh: M. Alghifary
Kerukunan umat beragama identik dengan istilah toleransi. Istilah toleransi menunjukkan pada arti saling memahami, saling mengerti, dan saling membuka diri dalam konteks membuka diri dalam bingkai persaudaraan.
Tidak ada satupun agama yang mengajarkan tentang kebencian akan tetapi sangat disayangkan masih ada beberapa orang yang mengatas namakan agama untuk keperluan pribadi dengan menyebarkan kebencian terhadap beberapa komunitas atau pada kelompok agama tertentu. Akan tetapi kerukunan tersebut belum sepenuhnya dilakukan di Indonesia, masih ada beberapa pihak yang melakukan tindakan intolerasi atau diskriminasi terhadap kelompok agama tertentu.
Dalam survei The Wahid Institute pada 1520 responden, menunjukkan bahwa 59,9% responden memiliki kelompok minoritas agama yang dibenci. 92,2% diantaranya tidak setuju jika kelompok tersebut harus hidup di wilayah mereka secara berdampingan. Survei lain dari Setara Institute 2018 menunjukkan, terdapat gangguan yang menimpa kelompok minoritas agama di Indonesia. 13 diantaranya dirasakan oleh gereja kristen, 2 kali dirasakan oleh pura, dan 1 kali dirasakan oleh klenteng.
Perpecahan bangsa yang mengatasnamakan agama memang terbukti masih kerap terjadi. Semboyan “Bhineka Tunggal Ika” seolah tidak berlaku dalam konteks perbedaan agama. Indonesia merupakan negara kebangsaan yang berketuhanan, bukan negara agama yang memperlakukan hukum agama tertentu.
Saat ini banyak dijumpai kalangan agamawan muda yang punya semangat keagamaan yang sangat tinggi namun pengetahuannya terhadap agama sendiri maupun agama orang lain sangat terbatas, bahkan dangkal.
Baca Juga: Spiritualitas Soekarno Tentang Keindonesiaan
Menurut Romo Peter penting untuk mengenalkan pendidikan kebhinekaan baik formal maupun informal, jika tidak maka intoleransi, diskriminasi, dan kekerasan atas nama radikalisme itu saling bergayut karena mengikis rasa kebangsaan dan kebersamaan dan mengancam kerukunan masyarakat majemuk.
Maka dari itu peran para tokoh agama sangat dibutuhkan untuk menjaga dan membimbing umat beragama lebih menggali ajaran agama sendiri dan mengenal agama lain secara objektif sebagai titik temu akan adanya kesamaan dan perbedaan dari ajaran masing-masing agama yang bisa dijadikan pijakan bersama untuk menumbuhkan kesadaran dan ketulusan dalam membangun dan menjaga kerukunan umat beragama.
Agama seharusnya bisa menjadi energi positif untuk membangun nilai toleransi guna mewujudkan Negara yang adil dan sejahtera serta hidup berdampingan dalam perbedaan. Untuk itu kita perlu menyadari meski setiap agama tidak sama, namun pasti setiap agama mengajarkan sikap toleransi, baik dalam kehidupan beragama maupun kehidupan dalam dunia majemuk dan diperlukan kesediaan menerima kenyataan bahwa dalam masyarakat ada cara hidup, berbudaya, dan keyakinan agama yang berbeda.
Sudah banyak upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk menjaga kerukunan umat beragama salah satunya dengan mengajarkan sikap toleransi kepada para siswa seluruh Indonesia serta mengadakan forum yang berisi tentang sikap toleransi itu tersebut. Tetapi sangat disayangkan hal tersebut belum dapat diterapkan oleh masyarakat itu sendiri karena terhasut oleh beberapa pihak yang mengutarakan kebencian.
Kesimpulannya, Sejatinya Indonesia sudah terbiasa dengan keberagaman sejak zaman nenek moyang, maka akan sangat disayangkan jika tindakan intoleransi ini bisa menghancurkan budaya Indonesia yang telah telah ada dari masa ke masa.
Maka dari itu kerukunan harus kita bangun dan kita yakin kerukunan antar umat beragama merupakan unsur utama daripada kerukunan nasional. karena dengan kerukunan tersebut,persatuan Indonesia yang seperti diciptakan para pendiri bangsa, dapat kita jaga dan kita pertahankan.
Sedikit kutipan dari Ir. Soekarno: “Apa Salahnya Perbedaan Asal Ada Persatuan”.
Penulis: M. Alghifary, Pemuda Pontianak