Ini Penjelasan BKN atas Pertanyaan Alquran atau Pancasila

Kabar Utama443 Views

Kabar Damai  | Senin, 21 Juni 2021

Jakarta – Antara | kabardamai.id | Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) Bima Haria Wibisana mengatakan peserta tes wawasan kebangsaan (TWK) yang mendapat pertanyaan memilih Pancasila atau Alquran dari asesor dikarenakan hasil indeks moderasi bernegara (IMB-68) dan profilingnya jeblok.

“Ini sebetulnya pertanyaan berat. Kalau ada seseorang yang ditanya asesor pilih Alquran atau Pancasila maka dia termasuk kategori berat,” kata dia di Jakarta, Sabtu (19/6) dikutip dari Antara.

Ia mengatakan pertanyaan tersebut digunakan asesor karena pertanyaan itu paling sering digunakan oleh teroris untuk merekrut calon-calon teroris.

Sehingga, para asesor akan melihat respons dari peserta tes wawasan kebangsaan yang ditanyakan perihal memilih Pancasila atau Alquran.

Jika seseorang memiliki pemahaman agama atau Pancasila yang terbatas maka dengan cepat akan menjawab agama. Namun, jika peserta tersebut memiliki pemahaman agama yang lebih baik, ia akan bingung karena dalam agama ada unsur Pancasila dan Pancasila juga tidak bertentangan dengan agama.

Baca Juga: Romo Magnis: Jangan Minta Masyarakat Pilih Pancasila atau Agama

“Jadi kebingungan inilah yang ditangkap oleh asesor sehingga mengetahui seseorang berada di level mana,” ujar Bima.

Oleh karena itu, Bima menegaskan makna dari pertanyaan memilih Pancasila atau Alquran dalam tes wawasan kebangsaan sejatinya bukan perkara Pancasila atau agama melainkan lebih kepada melihat respons dari peserta.

“Perlu diketahui sebenarnya yang ingin dilihat asesor adalah respons dari pertanyaan, bukan jawabannya,” kata dia.

Untuk Ketahui Keyakinan dan Keterlibatan Bernegara

Bima Haria juga mengatakan tujuan yang dicapai dalam pelaksanaan tes wawasan kebangsaan (TWK) ialah untuk mengetahui keyakinan dan keterlibatan peserta yang diuji dalam bernegara.

“Jadi bukan hanya pemahaman, tetapi adalah keyakinan dan keterlibatan mereka dalam proses bernegara ini,” kata dia saat mengunjungi Kantor Berita ANTARA di Jakarta, Jumat, 18 Juni 2021.

Dalam prosesnya, BKN mencari sebuah instrumen yang tepat untuk pelaksanaan TWK termasuk ke Nahdlatul Ulama (NU). Instrumen tersebut ada hanya saja validitas-nya belum dites dan tenaga asesor-nya juga belum standar. Kemudian, BKN berkoordinasi dengan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) yang sudah mengembangkan TWK, tetapi belum bisa dipakai.

Pada akhirnya BKN menemukan instrumen TWK di TNI AD yang disebut dengan indeks moderasi bernegara-68 yang kemudian digunakan kepada pegawai KPK sebagai alih status menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN).

Tidak hanya menggunakan instrumen indeks moderasi bernegara-68, untuk meningkatkan validitas BKN kemudian menambah profiling yang dilaksanakan oleh BNPT. Pada prosesnya BNPT juga kewalahan dan akhirnya dibantu oleh Badan Intelijen Negara (BIN).

“Secara keseluruhan ada 48 asesor yang kita gunakan 10 di antaranya perempuan,” ujarnya.

Sehingga pada akhirnya penyelenggara TWK ingin melihat apakah 1.349 pegawai KPK yang dites memiliki keyakinan dan pemahaman atau keterlibatan yang memadai untuk menjadi seorang ASN.

“Perlu diingat ini tes untuk menjadi ASN bukan untuk tujuan lain,” ucap Bima menegaskan.

Terakhir, untuk menjadi ASN, kata dia, banyak aturan yang mengikat, misalnya, setia pada pancasila, UUD 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) hingga semua peraturan perundang-undangannya.

Hasil Tes Wawasan Kebangsaan Bisa Dibuka Melalui Pengadilan

Bima Haria Wibisana juga mengatakan hasil tes wawasan kebangsaan (TWK) pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bisa dibuka melalui mekanisme pengadilan.

“Apakah ini bisa dibuka? Bisa, melalui pengadilan silakan saja,” kata Bima di Jakarta, Jumat (18/6). Demikian dikutip dari Antara.

Namun dia mengingatkan, nama-nama pegawai yang, misalnya, menyetujui Pancasila diganti dengan ideologi lain, atau siapa saja yang menentang kebijakan pemerintah untuk pembubaran organisasi radikal dan teroris akan diketahui publik.

Ia menjelaskan pelaksanaan tes wawasan kebangsaan tersebut menggunakan instrumen milik Dinas Psikologi TNI AD dan profiling dari Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) sehingga BKN tidak memiliki hak untuk membuka ke publik.

Instrumen indeks moderasi bernegara-68 yang digunakan untuk tes wawasan kebangsaan pegawai KPK tersebut juga diatur dalam peraturan Panglima TNI.

Sehingga, jika BKN ingin mengumumkan hasilnya kepada masyarakat luas maka harus mendapat izin dari pemilik dalam hal ini Dinas Psikologi TNI AD.

“Saya tidak bisa lancang menyebarkan ini, dan mereka mengatakan ini adalah rahasia negara,” ujar Bima.

Demikian juga dengan instrumen profiling milik BNPT yang dilakukan melalui proses dan aktivitas intelijen sehingga menjadi rahasia negara. “Jadi itu hak mereka bukan saya,” ucap dia.

Oleh sebab itu, perlu dipahami bahwa dalam masalah tersebut BKN hanya sebagai penyedia jasa atau penyelenggara tes wawasan kebangsaan. Jika Dinas Psikologi TNI AD dan BNPT melarang untuk dibuka ke umum maka BKN tidak bisa melakukannya.

[antara/merdeka]

 

Editor: Ahmad Nurcholish

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *