Oleh: Rio Pratama
Sejarah Indonesia merupakan proses panjang yang harus dilalui oleh bangsa. Tidak hanya tentang kehidupan sehari-hari, tentang keberadaan ibu kota negara juga slaah satunya. Selain Jakarta, kita memang mengenal setidaknya terdapat tiga kota yang hingga saat ini juga pernah menjadi ibu kota negara, sebut saja Yogyakarta, Bukit Tinggi hingga Aceh.
Sejarah mencatat, usulan tentang pemindahan ibu kota negara Indonesia memang sudah diperbincangkan sejak masa kepresidenan Soekarno. Pada masanya Soekarno melirik pulau Kalimantan sebagai calon ibu kota baru karena dianggap memiliki letak yang strategis ditengah Indonesia. Namun, berbagai alasan seperti sulitnya menyediakan logistik pembangunan serta kurang setujunya beberapa duta besar pada waktu itu membuat hal ini seolah urung terwujud.
Selain Soekarno, presiden Soeharto hingga Susilo Bambang Yudhoyono dalam masa kepemimpinannya juga sempat mengungkit hal serupa, walaupun diakhiri dengan belum terwujudnya rencana yang dianggap perlu untuk segera direalisasikan tersebut karena berbagai alasan. Seolah kembali menyeruak, pada tahun 2017 presiden Jokowi yang mempertimbangkan berbagai aspek ketimpangan perekonomian di Indonesia kembali mengumumkan rencana serupa.
Luasnya wilayah Indonesia yang terbentang dari Sabang hingga Merauke serta besarnya kuantitas penduduk yang mencapai hingga 267 juta jiwa memang menjadi berkah serta problematika tersendiri di negara yang hingga saat ini masih disebut sebagai negara berkembang ini. Hal serupa juga yang membuat aspek keadilan perlu ditegakkan. Aspek keadilan yang dimaksud ialah meratanya pembangunan dan pemerataan ekonomi yang diharapkan dapat membawa kesejahteraan bagi masyarakat.
Tidak dapat dipungkiri, diakui ataupun tidak hingga saat ini pembangunan dan perkembangan ekonomi masih saja berpusat di pulau Jawa. Praktik Jawa Sentris yang membawa kemajuan hanya pada sebagian wilayah di Indonesia turut didukung oleh letak pusat pemerintahan dan pusat perekonomian yang ada di Jakarta. Selain berdampak pada rasa iri, hal ini turut membawa dampak bagi Jakarta sebagai ibu kota negara dengan besarnya arus urbanisasi yang ada.
Urbanisasi atau yang kita kenal juga dengan perpindahan penduduk secara berduyun-duyun dari desa ke kota besar turut membawa dampak buruk bagi Jakarta sebagai ibu kota negara. Beberapa dampak tersebut misalnya terjadinya penurunan muka air tanah, kekurangan air bersih, terjadinya banjir, hingga berbagai kerugian ekonomi akibat terjadinya kemacetan serta tidak efisiennya penggunaan bahan bakar hingga mencapai enam puluh lima triliun pada 2017 lalu.
Baca Juga: Dibalik Pemindahan Ibu Kota Negara Baru Ada Pelanggaran HAM
Oleh karena itu, Indonesia perlu ibu kota negara baru sebagai pemisah antara pusat perekonomian dan pusat pemerintahan. Begitu pula dengan letaknya yang harus dipersiapkan secara matang sehingga terhindar dari bencana alam dan yang terpenting dapat membawa kemakmuran bagi lebih banyak penduduk Indonesia. Apakah kembali di Pulau Jawa? Menurut saya sudah saat nya kita melangkah menuju Indonesia Sentris seperti yang diidamkan banyak orang sejak dulu.
Pulau Kalimantan menjadi salah satu kandidat terkuat dalam rencana pemindahan ibu kota negara Indonesia yang baru. Selain melimpah dalam hal pasokan sumber daya alam, Kalimantan juga merupakan suatu pulau yang sangat strategis serta sangat minim terjadi bencana. Pemindahan ibu kota negara ke Kalimantan juga menjadi dambaan banyak orang, setidaknya jika hal ini terealisasi maka terealisasi pula wacana pendiri bangsa Indonesia, presiden Soekarno dahulu.
Namun, yang perlu kembali diingat bahwa memindahkan ibu kota negara memerlukan perencanaan yang matang. Pembangunan yang terjadi dipastikan akan memakan lahan yang sangat luas, hal ini terbagi atas lahan untuk pusat pemerintahan serta lahan baru untuk mengantisipasi terjadinya arus urbanisasi yang akan terjadi.
Berbagai harapan tercurah dengan adanya ibu kota yang baru, sebut saja terjadinya pemerataan pembangunan dan ekonomi serta menghapus ketimpangan, adapula yang menyebutkan agar arus urbanisasi lebih tertata dan konsentrasi akan semua hal tidak hanya terbatas pada pulau Jawa. Menurut saya, itu jawaban aman yang diharapkan semua orang. Namun, saya pribadi memiliki harapan tersendiri dengan adanya ibu kota yang baru nantinya, terlebih jika ibu kota baru tersebut berada di Kalimantan.
Perlu kembali untuk diingat, bahwa Kalimantan menjadi salah satu nominator unggulan dalam pemindahan ibu kota negara yang baru. Kalimantan sendiri memiliki berbagai keanekaragaman seperti suku dan budaya, flora dan fauna, dalam aspek sosial dan lain sebagainya. Kalimantan juga masih disebut hutan dunia atau paru-paru dunia yang menyumbangkan energi baik guna pencegahan pemanasan global pada bumi.
Jadi, yang sangat saya harapkan dengan adanya pemindahan ibu kota tersebut ialah ibu kota yang baru harus tetap menjadi ruang bernafas bagi kehidupan seluruh makhluk hidup dan tetap menjadi paru-paru dunia sehingga pemanasan global tidak semakin berdampak semakin parah. Oleh karena itu, pembangunan ibu kota baru serta penyediaan lahan baru untuk permukiman tidak boleh menebang atau mengeksploitasi hutan Kalimantan. Selain itu, rancangan pemerintah untuk menerapkan konsep forest city harus benar-benar terealisasi dan bukan sebatas wacana belaka.
Lebih jauh, ibu kota baru juga harus dibarengi dengan semakin tingginya rasa cinta dan bangga oleh warganya terhadap NKRI, bekerja serta terus berkontribusi untuk kemajuan bersama dan terus bersatu menjadi bangsa dan negara yang berdaulat.
Oleh: Rio Pratama