HAM: Hak Asasi Mayoritas?

Oleh: Alisyah Salsabila

HAM atau Hak Asasi Manusia merupakan hak fundamental yang telah melekat pada diri manusia sejak dirinya dilahirkan. Hak Asasi Manusia ini tidak memandang suku, ras, kedudukan, maupun agama dari tiap individu. Tidak ada kriteria apapun untuk mengklaim kepemilikan Hak Asasi manusia selain terlahir sebagai manusia. Hak Asasi manusia meliputi kebebasan serta perlindungan dasar yang mutlak dan tidak boleh diingkari oleh pihak manapun termasuk oleh pemerintah, institusi, maupun antar individu. Hak Asasi manusia bertujuan untuk menjaga harkat dan martabat, kebebasan, kesetaraan, dan keadilan bagi setiap manusia. Beberapa contoh Hak Asasi Manusia antara lain: Hak atas kehidupan, Hak atas kebebasan dan keamanan, Hak atas kebebasan berpendapat dan menyampaikan pendapat, Hak atas kebebasan beragama, Hak kesetaraan dan non diskriminasi, Hak atas Pendidikan, Hak atas pekerjaan dan upah yang layak.

         Karena Hak Asasi Manusia merupakan salah satu aspek yang fundamental dalam kehidupan manusia yang bermartabat, Hak Asasi Manusia telah diakui dalam berbagai instrumen hukum internasional seperti Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia yang (DUHAM) oleh organisasi Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tahun 1948.  Hak Asasi Manusia secara universal diakui sebagai kerangka moral, hukum, politik, juga sebagai pedoman untuk membangun dunia yang berisi kebebasan serta perdamaian alih-alih dipenuhi penindasan ataupun perlakuan yang tidak sesuai.

Keserasian hubungan kelompok minoritas dengan mayoritas dalam hal  beragama adalah suatu keharusan yang semestinya tidak menimbulkan konflik-konflik dan kecenderungan. Sikap hormat dan saling menghargai setiap kelompok maupun individu juga menjadi kunci bagi keharmonisan dan kedamaian suku bangsa dan budaya masyarakat secara menyeluruh. Menjunjung tinggi perlindungan, pemenuhan, penghormatan, penegakan dan pemajuan kedudukan, hak dan kebebasan setiap golongan, agama, suku, dan bahasa sebagai Upaya penjaminan Hak Asasi Manusia termasuk kelompok-kelompok yang rentan menjadi korban pelanggaran Hak Asasi Manusia.

Baca Juga: Urgensi Pengakuan dan Memahami Agama di Luar Agama Sendiri

         Hak Asasi Manusia dalam prakteknya di kehidupan sehari-hari justru tanpa sadar dicederai oleh manusia itu sendiri. perasaan berhak dari manusia terkadang membuat manusia lupa akan hak manusia lainnya. Manusia sebagai makhluk sosial yang hidup berkelompok kemudian memperluas cakupannya dari pemenuhan hak pribadi ke pemenuhan hak golongan. Hal ini tentu akan sangat merugikan kaum minoritas yang memiliki massa yang lebih sedikit dari kaum mayoritas. Isu dari pemenuhan Hak Asasi Manusia ini tidak ada habisnya apabila kita membahas tentang pemenuhan hak Asasi Manusia semua orang. Meskipun prinsip dasar Hak Asasi Manusia adalah tidak membatasi dan menyinggung Hak Asasi Manusia yang dimiliki satu sama lain, namun tetap saja beberapa manusia memiliki rasa egois dan mengutamakan pemenuhan haknya sendiri maupun kelompoknya.

         Di Indonesia sendiri telah banyak terjadi kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia. Beberapa penyebabnya antara lain karena rasa ingin menang sendiri, merasa kedudukannya terancam, serta perluasan pengaruh kelompok. Salah satu bentuk pelanggaran hak Asasi Manusia yang berlatar belakang agama adalah kekerasan terhadap warga Ahmadiyah oleh masyarakat muslim. Indonesia yang mayoritas masyarakatnya beragama Islam menanggapi kehadiran Ahmadiyah sebagai aliran sesat. Masyarakat muslim setempat justru menganggap ahmadiyah bukanlah agama Islam dan seringkali menghimbau warga Ahmadiyah untuk berhenti menyebut dirinya Islam. Konflik antar Islam dengan Ahmadiyah ini kemudian memunculkan fatwa MUI yang menyatakan bahwa Ahmadiyah adalah aliran yang menyimpang dari ajaran Islam. Setelah munculnya fatwa ini terjadi beberapa ketegangan konflik antara penganut Ahmadiyah dengan beberapa kelompok muslim di Indonesia. Beberapa perbuatan ketidaktoleranan dan kekerasan terhadap pengikut Ahmadiyah telah dilaporkan. Serangan fisik, pengusiran dari kampung, dan penyerangan terhadap tempat ibadah Ahmadiyah terjadi dalam beberapa kasus. Pemerintah Indonesia juga mengeluarkan kebijakan yang membatasi aktivitas dan kebebasan beragama Ahmadiyah, termasuk larangan melakukan kegiatan dakwah dan mengidentifikasi diri sebagai Muslim. Walaupun ada ketegangan, perlu juga dicatat bahwa tidak semua umat Islam di Indonesia mendukung perbuatan diskriminasi atau kekerasan terhadap Ahmadiyah. Beberapa kelompok Islam dan individu mempromosikan dialog antar agama, toleransi, dan menghormati hak asasi manusia, termasuk kebebasan beragama bagi Ahmadiyah.

         Konteks mayoritas disini tidak selalu merujuk pada kelompok yang sama. Di setiap wilayah pasti terdapat satu atau dua kelompok yang mendominasi wilayah tersebut. dominasi kelompok ini biasanya diisi oleh kelompok yang memiliki massa paling banyak atau mayoritas. Apabila di Indonesia kelompok massa terbanyak adalah Islam, maka di negara-negara lain seperti di Eropa dan negara Barat lainnya Indonesia menjadi kelompok minoritas. Disini Islam juga sering mendapat perlakuan yang menjadi pelanggaran HAM. Di beberapa negara Barat, ada laporan dan kasus pelanggaran hak asasi manusia dan diskriminasi terhadap Muslim atau Islam.

Fenomena ini bisa berbeda-beda tergantung pada konteks dan negara tertentu. Berikut adalah beberapa contoh yang bisa ditekankan: (1) Diskriminasi Islamophobia, Islamophobia merujuk pada prasangka negatif, diskriminasi, atau kebencian terhadap Muslim atau Islam. Ini bisa termanifestasi dalam bentuk tindakan diskriminatif di berbagai bidang, termasuk pendidikan, lapangan kerja, perumahan, dan bahkan serangan fisik terhadap individu Muslim. Hukum yang mengkriminalisasi simbol-simbol Islam, pengawasan berlebihan terhadap Muslim, dan retorika negatif terhadap Islam juga bisa menyumbang pada diskriminasi ini. (2) Pembatasan kebebasan beragama: Ada kasus di mana Muslim di negara Barat menghadapi pembatasan terhadap kebebasan beragama mereka. Ini bisa termasuk larangan memakai simbol-simbol agama, seperti hijab atau jilbab, di tempat kerja atau sekolah. Juga, beberapa negara telah mengeluarkan undang-undang yang membatasi praktik keagamaan tertentu, seperti larangan adzan atau pembangunan masjid. (3) Pengawasan berlebihan: Peningkatan pengawasan terhadap Muslim atau komunitas Islam tertentu telah terjadi di beberapa negara Barat, terutama setelah serangan terorisme. Ini bisa mengakibatkan profil rasial yang tidak adil, penangkapan sewenang-wenang, atau tindakan pengawasan yang melampaui batas yang diizinkan oleh hukum. (4) Retorika anti-Muslim: Beberapa politisi, media, atau kelompok ekstrem bisa menyebarkan retorika anti-Muslim yang menimbulkan ketegangan dan prasangka terhadap Muslim. Ini bisa menghasilkan atmosfer yang tidak ramah dan menghambat integrasi sosial Muslim di masyarakat.

         hak asasi manusia tidak terbatas pada mayoritas. Prinsip hak asasi manusia menekankan bahwa semua individu, tanpa memandang keyakinan, kebangsaan, jenis kelamin, orientasi seksual, atau status sosial, memiliki hak yang sama dan tak terpisahkan. Penting untuk diingat bahwa hak asasi manusia berlaku untuk setiap orang, termasuk kelompok minoritas atau kelompok yang mungkin berada dalam posisi rentan atau terpinggirkan. Dalam sebuah masyarakat yang menghormati hak asasi manusia, semua individu harus diperlakukan dengan adil, setara, dan tanpa diskriminasi. Dalam konteks hak asasi manusia, penting untuk memperjuangkan dan melindungi hak-hak individu dan kelompok minoritas yang mungkin menghadapi tantangan, penindasan, atau perlakuan yang tidak adil. Melalui pendidikan, kesadaran, dan promosi kesetaraan, kita dapat membangun masyarakat yang menghormati hak asasi manusia bagi semua individu, tanpa memandang mayoritas atau minoritas.

Penulis: Alisyah Salsabila

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *