Gawai Dayak: Ungkapan Syukur Masyarakat Dayak dan Media Wawasan Pluralitas

Kabar Utama36 Views

Oleh: Rio Pratama

Suku Dayak merupakan salah satu suku yang mengekspresikan kepercayaannya dengan melaksanakan berbagai ritual upacara adat. Bagi suku Dayak ritual-ritual upacara adat memiliki makna tersendiri, hal ini dikarenakan ritual memiliki fungsi dan tujuannya. Salah satu ritual suku Dayak yang rutin dilaksanakan setiap tahunnya ialah Gawai. Gawai adalah salah satu ritual upacara adat yang bertujuan sebagai bentuk ungkapan rasa syukur.

Selain itu upacara adat Gawai pada suku Dayak merupakan upacara yang berhubungan dengan lingkungan dan kebiasaan bertani pada masyarakat suku Dayak. Pelaksanaan upacara adat Gawai juga dimanfaatkan sebagai salah satu usaha untuk meningkatkan kecintaan masyarakat terhadap kebiasaan-kebiasaan di kalangan suku Dayak yang mulai menurun di kalangan masyarakat suku Dayak di Kalimantan Barat.

Gawai Dayak merupakan perkembangan lebih lanjut dari acara pergelaran kesenian Dayak yang diselenggarakan pertama kalinya oleh Sekretariat Bersama Kesenian Dayak (Sekberkesda) pada tahun 1986. Masyarakat suku Dayak percaya bahwa dengan melakukan upacara adat dapat membantu mereka dalam melestarikan nilai-nilai budaya Dayak serta yang terpenting ialah ungkapan rasa syukur masyarakat suku Dayak atas hasil panen yang melimpah kepada Tuhan. Gawai juga dapat diartikan sebagai pesta adat yang dilakukan oleh seluruh anggota masyarakat suku Dayak yang masih memegang teguh kepercayaan mereka yaitu Kaharingan.

Gawai merupakan niatan yang biasa diucapkan oleh orang tua ataupun leluhur. Jika belum dilaksanakan niatan tersebut harus diwariskan kepada anak hingga cucu dan seterusnya hingga niatan tersebut terlaksana. Dalam bentuk tradisional Gawai diartikan sebagai nazar yang merupakan upacara dan hanya sebatas Nyangahathn yang berarti pembacaan doa atau mantra. Kemudian dilanjutkan dengan saling mengunjungi antar sesama warga dengan berbagai makanan penyuguh yang khas.

Makanan penyuguh seperti kue, lemang, tumpi, bontokng, dan berbagai jenis makanan tradisional lainnya yang terbuat dari hasil panen setiap tahunnya. Upacara adat ini biasa memiliki 18 tahapan dimulai dari Baburukng hingga tahapan terakhir yaitu upacara adat Naik Dango. Sebelum hari H atau upacara adat Naik Dango dilakukan, masyarakat suku Dayak terlebih dahulu melaksanakan Nyangahatn (pembacaan mantra) yang biasa disebut dengan Matik.

Hal tersebut bertujuan untuk memberitahukan dan meminta doa restu kepada Jubata bahwa akan dilaksanakannya pesta adat. Selanjutnya upacara adat dengan pembacaan mantera di lumbung padi (baluh atau langko) bertujuan untuk mengumpulkan dan menambah semangat dan Nyangahatn di tempat beras atau biasa disebut pandarengan. Tujuannya adalah untuk memberkati beras agar dapat bertahan lama dan tidak cepat habis. Oleh karena itu Nyangahatn atau pembacaan mantera merupakan ekspresi atau tata cara utama bagi suku Dayak dalam kegiatan religi.

Gawai Dayak memiliki tahapan yang baku yaitu  Matik, Ngalantekatn, Mibis dan Ngadap Buis.  Matik bertujuan untuk memberitahukan hajat dan niatan keluarga kepada roh leluhur (awapama) dan Jubata. Selanjutnya Ngalantekatn bertujuan untuk meminta permohonan agar seluruh anggota keluarga diberi keselamatan. Adapula Mibis bertujuan untuk membersihkan, melunturkan, menjauhkan dan diterbangkan segala sesuatu dari keluarga dan dikuburkan sebagaimana matahari terbenam pada sore hari kearah barat dan Ngadap Buis, merupakan tahapan terakhir yaitu penerimaan sesajen (buis) oleh Awa Pamadan Jubata. Hal ini bertujuan untuk mengungkapkan rasa syukur atas berkat dan pengudusan (pensucian) terhadap semua hal yang kurang berkenan, termasuk pada saat memanggil seluruh jiwa yang hidup (yang tersesat) agar dapat tenang dan tentram.

Baca Juga: Gawai Naik Dango di Singkawang, Toleransi dalam Balutan Pesta Budaya

Fungsi spiritual di dalam upacara adat berfungsi untuk mengatur hubungan manusia dengan Tuhan sedangkan fungsi sosial didalam upacara adat merupakan segala sesuatu yang mengatur tentang hubungan antar manusia dengan manusia lainnya. Pelaksanaan upacara adat Gawai pada suku Dayak merupakan bentuk aktivitas yang memiliki fungsi sebagai nilai keagamaan, identitas diri atau sebagai interaksi sosial antar sesama masyarakat suku Dayak. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa upacara adat Gawai memiliki fungsi spiritual ataupun fungsi sosial.

Nilai-nilai yang terkandung di dalam kegiatan Gawai memiliki fungi pada nilai keagamaan dan sosial yang terlihat jelas pada saat upacara adat Gawai ini berlangsung. Emosi keagamaan akan menyelimuti para anggota upacara yang terlibat langsung pada saat pelaksanaan upacara adat Gawai dilaksanakan. Oleh karena itu upacara adat Gawai biasa digunakan masyarakat suku Dayak sebagai perlindungan spiritual. Hal ini dikarenakan pada saat upacara adat Gawai dilaksanakan seluruh masyarakat suku Dayak terbebas dari rasa bersalah, hutang (nazar) dan kecemasan. Ini merupakan salah satu fungsi upacara adat Gawai sebagai fungsi spiritual.

Selain itu pada pelaksanaan upacara adat Gawai pada suku Dayak memiliki fungsi sebagai fungsi sosial. Pada upacara adat Gawai juga memberikan sarana komunikasi bagi sesama masyarakat suku Dayak maupun di luar suku Dayak itu sendiri. Sehingga melalui kegiatan tersebut dapat menjadikan satu hubungan sosial antar sesama masyarakat suku Dayak maupun masyarakat diluar suku Dayak.

Umumnya, pelaksanaan gawai dilakukan, di mana masyarakat akan mengumpulkan benih padi kepada kepala adat. Kemudian, dilakukan ritual pemberkatan benih tersebut dan disaksikan oleh masyarakat setempat. Namun, karena kondisi pandemi COVID-19, ritual tersebut dilakukan di setiap rumah warga. Kepala adat dan beberapa orang lainnya datang ke rumah-rumah warga dan melakukan ritual di tempat yang dikunjunginya. Pemerintah desa setempat bersama Bhabinkamtibmas tidak mengizinkan pihak luar datang ke desa tersebut untuk meramaikan Gawai Dayak.

Langkah itu dilakukan untuk mencegah terjadinya kerumunan. Pelaksanaan upacara adat Gawai pada suku Dayak melibatkan banyak pihak. Dimulai dari dana hingga segala persiapan lainnya, hal ini tentunya akan membuat individu-individu dan antar masyarakat satu dengan lainnya saling berinteraksi, melaksanakan musyawarah untuk memutuskan segala sesuatu. Oleh karena itu melalui Gawai dianggap dapat menumbuhkan nilai-nilai solidaritas pada suku Dayak dimana semua pihak yang terlibat pada pelaksanaan Gawai, harus dapat bekerjasama dengan baik untuk mempersiapkan segala kebutuhan dalam pelaksanaan upacara adat Gawai tersebut.

Gawai Dayak tidak terlepas dari makanan khas yang selalu disajikan pada perayaannya. Beberapa makanan olahan dari beras ketan yang akan selalu tersedia, di antaranya lemang, dodol ketan. Tak ketinggalan minuman khasnya, yakni tuak. Masyarakat setempat mengolah makanan tersebut secara berkelompok. Sebab, dibutuhkan bahan yang tidak sedikit dan waktu membuatnya cukup lama. Masyarakat melakukan kegiatan memasak bersama secara berkelompok guna meringankan pengeluaran bahan makanan.

Jika dihitung dari dilaksanakannya Malam Pagelaran Kesenian Dayak pertama kalinya yaitu 30 Juni 1986, upacara adat Gawai Dayak telah bertahan lebih dari 30 tahun. Perlu di informasikan juga bahwa sejak 1992, nama Gawai Dayak berubah menjadi pekan Gawai Dayak, yang artinya Gawai Dayak dicanangkan untuk dilaksanakan selama sepekan. Namun, pelaksanaan Gawai Dayak tidak selalu mulus. Gejolak konflik bernuansa etnis yang terjadi berulang kali di Pontianak berdampak pelaksanaan tidak sesuai dengan jadwal, bahkan ditiadakan.

Kemampuannya bertahan lebih dari sepuluh tahun menunjukkan bahwa Gawai sudah menjadi tradisi bagi masyarakat Dayak di Pontianak. Ia telah menjadi media yang dibutuhkan untuk menyegarkan semangat solidaritas sesama Dayak dalam lingkaran rutinitas kehidupan kota. Di tengah-tengah masyarakat Kalimantan Barat yang pluralistik, Gawai Dayak diharapkan menjadi media yang potensial untuk menumbuhkan sensitivitas dan penghargaan terhadap perbedaan, khususnya perbedaan seni dan budaya.

Sensitivitas dan penghargaan terhadap perbedaan ini penting karena penyangkalan terhadap keragaman kepentingan sebagaimana muncul dari keberagaman budaya merupakan tindakan penindasan yang menghasilkan masyarakat yang tidak terbiasa dengan perbedaan dan rawan konflik. Dari perspektif ini, Gawai Dayak dapat dipandang sebagai salah satu media pembuka wawasan pluralitas.

 

Penulis: Rio Pratama

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *