Ekofenimisme: Perempuan Penjaga Bumi

Kabar Puan13 Views

Oleh Dara Mardotilah

Krisis lingkungan hidup yang terjadi di Indonesia, serta konflik sumber daya alam membuat ekofenimisme menjadi penting keberadaannya. Ekofenimisme sebagai paham mengenai keterkaitan antara perempuan dan alam semesta terutama ketidakadilan kepada keduanya. Penerapan ekofenimisme dalam bentuk etika kepedulian yang akan mewujudkan keadilan sosial secara ekologis dan menentang budaya partriarki dan mengutamakan nilai feminitas.

Ekofeminisme menggambarkan perempuan sebagai sumber kehidupan bagi manusia dalam bentuk siklus kelahiran. Hutan sebagai sumber kehidupan bagi banyak makhluk hidup menjadikan landasan saat hutan dirusak maka itu sama halnya dengan penindasan kaum perempuan.

Berbagai kebijakan terhadap air, tanah dan hutan seringkali tidak melibatkan perempuan. Hal ini menjadikan dasar bahwa keseimbangan gender dan ekologi belum diterapkan secara sadar oleh para penguasa dan pengambil kebijakan. Padahal, perempuan yang dalam halnya juga sebagai pengelola ruma tangga seringkali memanfaatkan alam sebagai elemen pemeuhan kebutuhan hidup sehingga perempuan dan lingkungan hidup sangat jelas tidak bisa dipisahkan.

Perempuan Sebagai Penjaga Bumi Diibaratkan Sebagai Sosok Sang Dewi

Baca juga : Jelang Pemilu, Pemerintah Tegaskan Larangan Kampanye di Rumah Ibadah

Menjaga ekologi dalam budaya Indonesia memandang perempuan dengan simbol sosok dewi. Suatu golongan masyarakat yakni masyarakat jawa memaknai dewi sebagai penjaga ekosistem dalam siklus ekologi, sejak berabad-abad silam, diyakini bahwa perempuan bertindak sebagai penyedia kehidupan. Seperti Dewi Sri dikenal sebagai sosok yang tugasnya mengatur kemakmuran.

Ikatan Psikologis Yang Kuat Antara Perempuan Dan Alam

Masyarakat Dayak Mali menempatkan perempuan sebagai penjaga alam mereka yang diibaratkan seperti ibu merawat anaknya. Ikatan psikologis antara perempuan dana alam menjadi dasar mereka dalam mempertahankan adat dan budaya lama di zaman modern saat ini.

Bentuk Usaha Perempuan dalam Menjaga Bumi

Pengeksploitasian sumber daya alam yang dilakukan secara brutal oleh para kapital di  jawa tengah, membawa para ibu-ibu Rembang dengan berani mempertahankan dan menyelamatkan Cekungan Air Tanah Watu Putih yang merupakan ‘rahim’ bagi perempuan pegunungan Kendeng karena senantiasa memberikan mereka kehidupan. Mereka rela menyemen kaki di depan Istana sebagai sebuah simbol keterpasungan dari eksploitasi sumber daya alam di tanah leluhur mereka.

Pengeksploitasian sumber daya alam lain terjadi di Minahasa Utara, ancaman penambangan bijih besi dan pembangunan peleburan baja membuat perempuan di Desa Kahuku bergerak untuk menjaga pulau kecilnya. Hal ini bermula dari penghadangan yang dilakukan oleh para kepala rumah tangga namun mengakibatkan mereka dibui, maka para perepuan akhirnya bergerak menjadi terdepan dalam penolakan tambang.

Pengaruh yang dibawa perempuan dalam berbagai gerakan untuk menyelamatkan dan menjaga bumi sudah jelas sangat besar. Rasa cinta yang mereka miliki terhadap tanah leluhur sangat tinggi. Maka akan menjadi keanehan jika warganet, pejabat publik atau siapapun itu menerka aktor yang berada dibalik gerakan perempuan yang sukses.

Penulis : Dara Mardotilah

 

 

 

 

 

 

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *