Kabar Damai | Sabtu, 02 Juli 2022
Pontianak I Kabardamai.id I Indonesia merupakan negara yang memiliki penduduk dengan beragam identitas, termasuk identitas suku dan agama. Dinamika masyarakat yang beragam sering ditemukan di Indonesia, termasuk pro kontra makanan non-halal rendang babi yang ramai dibicarakan.
Sebagai upaya untuk membuka ruang diskusi, Suar Asa Khatulistiwa bekerja sama dengan Pelita Padang dan Jaringan Islam Anti Diskriminasi (JIAD) akan melakukan forum diskusi online dengan tema Cerita Perjalanan Kuliner Nusantara. Forum diharapkan sebagai ruang untuk mendiskusikan pro kontra rumah makan Padang non-halal sebagai titik masuk mendiskusikan lebih jauh persoalan kebhinnekaan dan politik identitas yang sudah menjadi tantangan kita selama berdekade ini dan kerap dipertentangkan antara umat beragama di Indonesia.
Murnilam Lase mengawali pemaparanya dengan meyatakan bahwa Indonesia adalah negara majemuk yang terdiri dari berbagai ragam yang ada. Keragaman itu tidak terlepas dari sisi kulinernya yang menjadi ciri khas dari daerah tersebut pula. Dalam hal ini setiapd daerah dapat dilhat dari beragam kuliner yang beragam dan berbeda-beda. Namun, diera yang semakin maju persebarannya sangat masif antar daerah bahkan ke luar negeri.
Makanan khas suatu daerah memiliki nilai dan sejarah hingga menjadi ciri khas atau identitas. Banyak hal berubah seiring waktu dan perkembangan, bisa jadi akan ada akulturasi secara bahan dan lain sebagainya.
Sekarang ini, makanan yang dahulu menjadi identitas suatu daerah kurang cocok untuk dipakai secara otentik begitu saja. Jika dilakukan penelusuran maka akan dilakukan secara panjang dan tidak ada ujungnya.
Menurutnya, anak muda dimasa sekarang harus memiliki sikap dan penerimaan yang berubah namun jangan sampai merubah nilai-nilai kemanusiaan. Hal ini karena kita hidup secara berbaur dan tidak seetnis dan seagama saja. Saat ini, perlu terbiasa untuk menerima dan terbiasa akan nilai-nilai keragaman itu.
“Saat ini, banyak yang dapat menjadi bahan viral, terlebih menuju tahun politik yang mana bisa dapat disalahgunakan oleh pihak tertentu. Oleh karenanya, sebagai pemuda haruslah berfikir secara jernih dan juga positif agar tidak terjadi kericuhan dikemudian hari,” ujarnya.
Baca Juga: Membangun Pontianak Melalui Keberagaman Kuliner
Tentang babi rendang yang viral beberapa waktu terakhir, memurut Nilam, organisasinya Pelita Padang tidak melihatnya secara berlebihan. Peita Padang lebih menyiapakan dan meyakinkan diri bahwa hal tersebut tidak perlu untuk dipermasalahkan. Meskipun diluar banyak yang tidak menerima karena anggapan mencoreng adat dan lain sebagainya. Hal tersebut tidak dapat dipungkiri karena setiap orang punya sudah perspektifnya masing-masing.
Selain Nilam, ada pula Aan Anshori yang mengungkapkan bahwa kuliner atau makanan posisinya seperti Tuhan. Tuhan bagi yang mempercayai dianggap sebagai energi positif yang setiap orang mempercayai. Begitu pula dengan makanan, walaupun ada orang yang dapat hidup tanpa makan. Namun, makanan secara resorses bersifat netral dan dibutuhkan seperti orang perlu Tuhan.
Kedua, makanan dan Tuhan bersifat netral. Makanan tidak akan marah jika dibentuk dengan perspektif adat masing-masing. Begitu juga dengan Tuhan yang dipersepsi sesuai dengan kebutuhan masing-masing orang.
Makanan dan Tuhan dalam dua aspek sama. Pertama adalah sumber dari energy positif yang namun jika berlebihan akan over, yang menjadi bermasalah adalah ketika makanan atau Tuhan masuk dalam kompetisi agama dan keyakinan yang kemudian saling beradu serta berkompetisi agar dapat menjadi lebih unggul. Maka, jika saling berkompetisi biasanya setiap agama akan saling mengunggulkan agamanya.
“Problemnya ketika makanan masuk dalam gegeran beragama sehingga membuat kuliner kemaudian menjadi beragama,” tuturnya.
Ia juga menjelaskan ketika kuliner berkaitan dengan agama dan Tuhan, maka Tuhan dalam kompetisi agama Tuhan dinarasikan dalam dua bentuk atau dua model yang berimbas bagaimana makanan dipersepsi. Pertama, Tuhan sesuai dengan perspeksif kita dan Tuhan tidak marah. Tuhan masa pengasih dan penyayang dan rela dipersepsi dari orang itu sendiri. Kedua, ada yang disebut dengan Tuhan yang percemburu dalam artian aka nada orang yang marah jika Tuhan dipersepsi tidak sesuai dengan apa yang mereka mau.
“Aku akan mendorong semua orang untuk merayakan keragaman kuliner,” ujarnya.
Terakhir, ia mengungkapkan kuncinya adalah bagaimana dapat beragama dalam pancasila, dalam aspek kuliner ada pada sifat yang normatif dan netral serta dapat di custom dan tidak dapat dimonopoli oleh kelompok tertentu karena ketika terjadi monopoli dalam kuliner ini maka menjunjukkan betapa tidak dewasanya kita dalam menyiapinya.
Penulis: Rio Pratama