‘Cyberbullying’ Perundungan Modern Di Era Perkembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi

Oleh Amaninda Jihan Nabila

Teknologi informasi dan komunikasi (TIK) adalah segala kegiatan yang berkaitan dengan pemrosesan, pengelolaan dan penyampaian atau pemindahan informasi antar sarana/media. Istilah TIK sendiri muncul setelah adanya perpaduan antara teknologi komputer (baik perangkat keras maupun perangkat lunak) dengan teknologi komunikasi pada pertengahan abad ke-20. Perpaduan kedua teknologi tersebut berkembang pesat melampaui bidang teknologi lainnya.

Hingga awal abad ke-21, TIK masih terus mengalami berbagai perubahan dan belum terlihat titik jenuhnya. Perkembangan ilmu pengetahuan dari masa ke masa tak dimungkiri telah menimbulkan adanya perubahan yang signifikan pada perkembangan teknologi informasi dan komunikasi. Hal ini dapat dilihat dari dua masa, yaitu pada awal masa sejarah dan pada Era modern. Perkembangan teknologi informasi pada masa prasejarah dimulai dari tahun 3000 SM yang pada saat itu ditemukan tulisan untuk pertama kalinya oleh bangsa Sumeria. Sementara pada era modern perkembangan pertama teknologi informasi dimulai dengan adanya media cetak, yaitu surat kabar atau yang sering disebut dengan koran, melalui media ini manusia mulai dengan lebih mudah mengakses berbagai informasi dari belahan dunia.

Ada beberapa tonggak perkembangan teknologi yang secara nyata memberi sumbangan terhadap perkembangan TIK hingga saat ini, diantaranya :

  1. Temuan telepon oleh Alexander Graham Bell pada tahun 1875. Temuan ini kemudian berkembang menjadi pengadaan jaringan komunikasi dengan kabel yang meliputi seluruh daratan Amerika, bahkan kemudian diikuti pemasangan kabel komunikasi trans-atlantik. Jaringan telepon ini merupakan infrastruktur masif pertama yang dibangun manusia untuk komunikasi global.
  2. Transmisi suara tanpa kabel melalui siaran radio AM antara tahun 1910-1920. Komunikasi suara tanpa kabel ini pun segera berkembang pesat. Kemudian diikuti pula oleh transmisi audio-visual tanpa kabel, yang berwujud siaran televisi pada tahun 1940-an.
  3. Komputer elektronik, juga sebagai wujud perkembangan TIK, beroperasi prtama kali pada tahun 1943. Lalu diikuti oleh tahapan miniaturisasi komponen elektronik melalui penemuan transistor pada tahun 1947 dan rangkaian terpadu (integrated electronics) pada tahun 1957.
  4. Perkembangan teknologi elektronika, yang merupakan cikal bakal TIK saat ini, mendapatkan momen emasnya pada era Perang Dingin. Persaingan IPTEK antara blok Barat (Amerika Serikat) dan blok Timur (dulu Uni Soviet) justru memacu perkembangan teknologi elektronika lewat upaya miniaturisasi rangkaian elektronik untuk pengendali pesawat ruang angkasa maupun mesin-mesin perang.
  5. Miniaturisasi komponen elektronik, melalui penciptaan rangkaian terpadu, pada puncaknya melahirkan mikroprosesor. Mikroprosesor inilah yang menjadi ‘otak’ perangkat keras komputer dan terus berevolusi sampai sekarang.

Konvergensi telekomunikasi – komputasi multimedia inilah yang menjadi ciri abad ke-21, sebagaimana abad ke-18 dicirikan oleh revolusi industri. Bila revolusi industri menjadikan mesin-mesin sebagai pengganti ‘otot’ manusia, maka revolusi digital (karena konvergensi telekomunikasi – komputasi multimedia terjadi melalui implementasi teknologi digital) menciptakan mesin-mesin yang mengganti (atau setidaknya meningkatkan kemampuan) ‘otak’ manusia.

Sebanding dengan pesatnya perkembangan TIK, dampak yang ditimbulkannya pun tak kalah berkembang pesat. Salah satu permasalahan yang mulai eksis dan masif terjadi adalah cyberbullying. Cyberbullying adalah tindakan menyakiti yang melibatkan orang yang merasa lebih kuat dengan orang yang kurang kuat/lemah berulang kali. Pada hakikatnya cyberbullying memiliki pola yang sama dengan perundungan di dunia nyata, bedanya cyberbullying cenderung eksis di dunia maya dan biasanya tidak dilakukan secara fisik namun lebih kepada perundungan verbal melalui media sosial, platform chatting, platform bermain game, dll. Lebih lanjut berikut jenis jenis cyberbullying :

  1. Flaming (Terbakar) Tindakan seseorang mengirimkan pesan teks yang berisi kata-kata frontal dan penuh amarah. Secara umum, tindakan flaming berupa provokasi, penghinaan, mengejek, sehingga menyinggung orang lain.
  2. Harassment (Gangguan) Tindakan seseorang mengirim pesan-pesan berisi gangguan melalui sms, e-mail, teks jejaring sosial dengan intensitas terus menerus. Pelaku harassment biasanya sering menulis komentar terhadap dengan tujuan menimbulkan kegelisahan. Selain itu, harassment juga mengandung kata-kata hasutan agar orang lain melakukan hal yang sama.
  3. Denigration (Pencemaran Nama Baik) Tindakan dilakukan sengaja dan sadar mengumbar keburukan orang lain melalui internet. Hingga akhirnya merusak nama baik dan reputasi orang yang dibicarakan pada jejaring sosial tersebut.
  4. Cyberstalking Tindakan memata-matai, mengganggu, dan pencemaran nama baik terhadap seseorang yang dilakukan secara intens.
  5. Impersonation (Peniruan) Tindakan berpura-pura atau menyamar menjadi orang lain untuk melancarkan aksinya mengirimkan pesan-pesan dan status tidak baik  menggunakan akun palsu.
  6. Outing and Trickery Outing merupakan tindakan menyebarkan rahasia orang lain. Outing berupa foto-foto pribadi seseorang yang setelah disebarkan menimbulkan rasa malu atau depresi. Sementara itu, trickery berupa tipu daya yang dilakukan dengan membujuk orang lain untuk memperoleh rahasia maupun foto pribadi dari calon korban. Dalam banyak kasus, pelaku outing biasanya juga melakukan trickery.

Dalam beberapa penelitian tertulis, bahwa pelaku atau korban aksi cyberbullying cenderung pada remaja, mengingat tingkat penggunaan media sosial/internet memang didominasi oleh para remaja. Tidak sampai disitu, analisis lebih lanjut juga membuktikan bahwa ada 2 macam tantangan besar yang membuat aksi cyberbullying sulit untuk dicegah. Tantangan yang pertama adalah banyak orang tidak melihat bahaya atau dampak serius dari cyberbullying ini. Hal ini terjadi karena orang menganggap ada bentuk aksi agresi atau penyerangan yang lain yang lebih serius daripada cyberbullying seperti perundungan fisik, aksi demo/tawuran, dll. Meskipun benar bahwa ada banyak masalah lain yang dihadapi oleh anak-anak, remaja, orang tua, sekolah, dan penegak hukum namun, tetap harus dipahami bahwa cyberbullying adalah satu masalah kecil yang  jika diabaikan akan menjadi lebih serius dampaknya.

Baca Juga: Memahami dan Mencegah Cyberbullying Bagi Remaja

Tantangan yang lain berkaitan dengan siapa yang akan bertanggung jawab terhadap penyalahgunaan teknologi. Orang tua kadang mengatakan bahwa mereka tidak memiliki cukup keterampilan untuk bisa terus memantau aktivitas online anak mereka, guru kadang takut untuk mencampuri masalah-masalah yang terjadi di luar sekolah, dan penegak hukum bersikeras tidak mau terlibat jika tidak ada bukti yang jelas dari sebuah kejahatan atau ancaman yang signifikan terhadap keselamatan seseorang. Masalah cyberbullying ini sebenarnya tidak hanya menjadi masalah remaja saja. Banyak pihak yang harus ikut peduli dan bertanggung jawab atas terjadinya permasalahan ini. Pihak-pihak lain tersebut mencakup orang tua, sekolah,  konselor, para penegak hukum, media sosial, dan masyarakat umum. Tantangan-tantangan di atas inilah yang menyebabkan aksi cyberbullying terus berlanjut dan semakin meningkat jumlahnya karena tidak segera ditangani.

Akibatnya, korban aksi cyberbullying cenderung merasa takut, malu dan khawatir untuk melaporkan kasus yang menimpanya. Perasaan ini kemudian akan tumbuh menjadi ketakutan besar, perasaan tidak aman bahkan traumatik yang melekat. Mereka tidak ragu menarik diri dari lingkungan sosial. Contohnya, banyak kasus bullying di jejaring sosial yang dialami anak sekolah. Akhirnya membuat sang anak depresi, mengisolasi diri karena malu, dan memilih putus sekolah. Korban cyberbullying sering kali merasakan marah, takut, terluka, tidak berdaya, malu, putus asa, dan terisolasi. Apabila kondisi ini terjadi berulang-ulang dan semakin parah akan menyebabkan perasaan ingin mengakhiri hidupnya. Untuk mencegah aksi ini terus masif maka terdapat 2 cara ampuh untuk menyelesaikannya :

  1. Perkuat edukasi dan pengetahuan mengenai cyberbullying

Faktor utama aksi cyberbullying terus masif dan tidak bisa dikendalikan adalah karena edukasi dan pengetahuan masyarakat yang masih rendah. Pengetahuan yang rendah akan merujuk pada sikap lalai/remeh seseorang dalam melakukan/menghadapi sesuatu. Akibatnya pelaku cyberbullying dapat dengan mudah berdalih bahwa perbuatannya hanya sebuah candaan, sebaliknya pada sisi korban akan tidak pernah ada lingkungan yang mengerti keadaannya.

Orang-orang disekitar hanya akan menganggapnya lemah atau baper terhadap aksi ini. Itulah mengapa edukasi dapat menjadi solusi yang paling penting, edukasi dapat dilakukan melalui pihak orang tua, sekolah, ataupun pihak penegak hukum. Keberhasilan edukasi akan mendorong kesadaran masyarakat untuk menghindari, mengantisipasi dan menyadari adanya aksi cyberbullying di sekitar mereka. Sehingga secara tidak langsung akan mendorong terbentuknya lingkungan masyarakat yang sehat dan teredukasi untuk mencegah adanya perundungan modern di dunia maya.

  1. Memberikan ruang bagi korban dan perkuat sanksi/hukum sebagai bentuk penyelesaian represif

Pada kenyataannya solusi preventif melalui edukasi tidaklah cukup, aksi cyberbullying seringkali bukan aksi yang terencana, oleh karena itu pencegahan lain yang harus dilakukan adalah dengan memberikan ruang bagi korban untuk dapat merasa aman dan mau melaporkan kasusnya kepada pihak yang berwenang, karena selama ini bukan kasusnya yang tidak ada tapi dukungan dan ruang yang tidak pernah diberikan sehingga korban akan merasa minder dan takut untuk membela dirinya sendiri. Pihak yang berwenang juga mempunyai hak untuk membuat sanksi atau hukuman yang setimpal guna mencegah adanya kasus yang sama dan berkelanjutan.

Selain bentuk penyelesaian terhadap kasus yang sudah terjadi, berikut logika simpel dan beberapa cara ampuh untuk mencegah pengguna media sosial/internet agar tidak terjerumus pada aksi cyberbullying :

3. Ingat selalu hukum yang berlaku

Dalam hukum Indonesia, ketentuan cyberbullying diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (“UU ITE”) dan perubahannya. Ini berarti negara dengan tegas telah melarang perbuatan cyberbullying. Bagi siapapun yang melanggar dan atau akan  melanggar maka hukum yang berlaku akan siap menjerat.

4. Ingat bahwa media sosial yang digunakan akan menjadi rekam jejak seumur hidup

Dunia digital memiliki jangkauan yang luas, tidak terbatas ruang dan waktu, mudah diterima serta dibagikan. Jika dahulu kita mengenal jejak batu tulis dan hanya ada di satu tempat, tapi jejak digital bisa diakses banyak orang dalam waktu singkat. Banyak yang belum sadar akan hal tersebut, masih sering ditemukan orang yang meninggalkan komentar kasar, komentar intimidasi, komentar mecela dan informasi hoaks di dunia digital yang berujung pada masalah hukum. Mereka tidak mengira kalau jejak digital pada media sosial bisa dijadikan identifikasi instansi bagi calon pelamar kerja, calon CPNS, calon pelamar beasiswa dll.

5. Ingat bagaimana dampak yang dirasakan korban

Sebagai manusia sudah seharusnya rasa empati tumbuh didalam diri, perlakuan tidak disengaja ataupun disengaja yang merugikan atau menyakiti orang lain pastilah akan memunculkan ketakutan yang besar. Mungkin kita merasa bahwa apa yang dilakukan oleh kita adalah hal yang sepele, tapi apa yang terjadi terhadap orang tersebut bisa jadi sangatlah besar dan mempengaruhi kehidupannya. Sadarilah bahwa sesama manusia tidak sepantasnya untuk saling menjatuhkan dan mencelakakan, dan ingat apa yang ditanam itu yang akan dituai.

Cyberbullying adalah masalah baru yang akan terus membesar jika tidak segera dihentikan. Pesatnya perkembangan teknologi informasi dan komunikasi dan dampaknya memang tidak akan pernah bisa dihentikan. Tapi setidaknya manusia dapat menghentikan peluasan dampak buruk yang didapat. Sehingga, Sudah semestinya kemudahan teknologi informasi dan komunikasi yang ada di era ini direfleksikan pada dampak yang baik dan positif. Adapun dampak buruknya biarlah menjadi benalu yang tidak diagungkan dan dinormalisasikan sebagai hal biasa dan boleh untuk dilakukan. Hasilnya akan terwujud lingkungan masyarakat yang kondusif dan saling menghormati. Mari ciptakan lingkungan anti perundungan di era pesatnya perkembangan teknologi informasi dengan menjadi pengguna media sosial/internet yang bijak dan sopan.

 

Oleh: Amaninda Jihan Nabila, Siswi SMAN 1 Pontianak

Diolah dari berbagai sumber

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *