Cuitan Ferdinand Hutahaean

Opini61 Views

Oleh Albertus Patty

 

Sebaiknya kasus Ferdinan Hutahaen (FH) segera ditutup. Tak perlu diperumit sampai ke ranah hukum. Meski FH perlu ditegur, tetapi tak perlu jadi baper untuk cuitan lucu dan kekanak-kanakan dari politisi kawakan ini.  Alasannya dua hal:

Pertama, tidak jelas siapa yang dibidiknya. FH mencuit “Allahmu lemah, perlu dibela. Allahku luar biasa!” Tidak jelas siapa yang dia maksud dengan ‘mu’. Bisa seagama, bisa beda agama. Bisa juga, seperti yang dikatakannya, dialog internal dalam dirinya. Tak ada satu pun yg perlu tersinggung.

Kedua,  seandainya cuitan FH ditujukan bagi umat Kristen, apakah kita perlu tersinggung? Tidak perlu juga karena teologi Kristen memegang keduanya sekaligus: Allah itu luar biasa dan maha segalanya, tetapi Allah juga lemah dan rapuh.

Betapa lemah dan rapuhnya Allah sehingga Ia hadir sebagai bayi yg diletakkan dalam palungan. Bayi yang perlu ‘dibela’ dengan mengungsikanNya ke Mesir. Allah dalam diri Yesus yg lemah sehingga mati secara hina di tiang kayu salib.

Baca Juga: Tahun Baru, Semangat Baru Melawan Intoleransi

Memang, teologi Kristen memiliki konsep Allah yang paradoks: Allah yg omnipotent tetapi juga the vulnerable God, Allah yang lemah dan rapuh yang merasakan juga kerapuhan manusia dan dunia.

Bagi umat Kristen, Allah secara sukarela menjadi lemah dan rapuh. KesukarelaanNya itu  untuk menunjukkan solidaritas dan cintaNya kepada umat manusia dan dunia yang dikasihiNya.

Secara sosial, “Allah yang lemah” itu menjadi sumber inspirasi cinta dan solidaritasNya kepada sesama dan dunia. Allah sendiri menjadi teladan untuk aksi solidaritas dan cinta itu.

Secara personal, Allah yang melemahkan diriNya untuk masuk langsung ke tengah umat manusia dan dunia itu memberi pesan “Aku hadir”. Inilah yang menjadi mata air kekuatan dalam menghadapi kemelut dan tantangan hidup.

Jadi, meski terkesan lucu dan terkesan kekanak-kanakan karena cuitan itu lahir dari politisi sekaliber FH, isinya biasa saja. Lebih baik gunakan waktu, kesempatan dan energi untuk omongin atau lakukan sesuatu yang jauh lebih penting.

 

Pdt. Dr. Albertus Patty, pendeta Sinode GKI, aktivis lintas-agama

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *