Beragam Standar Kecantikan Perempuan Dunia

Oleh: Anita Dewi

Secara sederhana, cantik merupakan sesuatu yang menyenangkan secara estetika. Tapi kata orang proses menjadi cantik itu menyiksa. Harus menghindari paparan sinar matahari, menjaga pola makan agar bentuk tubuh tetap ideal, dan aturan-aturan lain yang terlalu membatasi diri dan mengekang, karena sebagian orang mempercayaiuntuk menjadi cantik, kita harus merasakan sakitnya dulu.

Rasa sakit itu didapat dengan adanya dorongan melakukan operasi plastik atau ‘gila-gilaan’ untuk mengoleksi komestik mahal sekalipun. Tidak cukup merasakan sakit, cantik juga punya nilai ekonomi yang mahal. Ada harga untuk sebuah kecantikan yang diidam-idamkan.

Meski sakit dan mahal, tidak berlebihan jika menyebut cantik adalah dambaan setiap perempuan. Katanya, kalau kamu cantik segala sesuatunya akan lebih mudah didapatkan. Itu karena kecatikanmu dipuji dan dihargai banyak orang. Tapi jangan terlalu bangga kalau kamu disebut cantik, karena cantik dibatasi oleh wilayah dan budaya loh. Setiap orang di berbagai belahan dunia secara aktif mendeskripsikan kecantikan versi mereka masing-masing, yang tentunya tidak bisa lepas dari banyak aspek penilaian yang juga berbeda-beda.

Di Indonesia nilai kecantikan itu disematkan kepada mereka yang berkulit putih cerah, tinggi semampai, langsing dan berambut lurus. Karena itulah, produk kecantikan terlaris dan paling mudah didapatkan ialah jenis kosmetik yang bertujuan mencerahkan kulit dan produk diet untuk merampingkan perut.

Bukan hanya di Indonesia, kebanyakan negara Asia menjadikan kulit putih sebagai patokan standar cantik masyarakatnya. Seperti Jepang dan Korea Selatan, yang merupakan kiblat para wanita Asia untuk urusan kecantikan. Bagi perempuan di dua negara ini, perempuan cantik ialah mereka yang berkulit putih cerah dengan padu padan make-up yang sealamiah mungkin.

Standar cantik di Prancis hampir mirip dengan kebanyakan di Asia, tapi bagi mereka cantik tak butuh perawatan rambut yang terlalu lama. Mereka menyukai model rambut yang sedikit berantakan untuk meninggalkan kesan kecantikan mereka tidak dibuat-buat dan tidak perlu perawatan yang lama. Jelas ini berbeda dengan standar cantik Indonesia yang sering kali malah mendiskriminasi mereka yang rambutnya acak-acakan.

Standar cantik yang berbeda-beda juga mendorong usaha yang dilakukan demi kecantikan ini juga berbeda-beda. Mulai dari yang tampak sederhana, sampai yang bertaruh dengan rasa sakit. Meski begitu, setiap upaya yang mereka lakukan tersebut syarat akan nilai-nilai kehidupan yang mendalam.

Di Sumatera Barat, suku Mentawai memiliki tradisi kerik gigi bagi anggota suku wanita. Bagi mereka perempuan cantik ialah yang bergigi runcing. Selama prosesnya, mereka harus menahan sakit karena tidak menggunakan bius. Sebagai gantinya, mereka biasanya menggigit pisang hijau yang masih mentah dan keras.

Baca Juga: Menggunakan Henna Untuk Solat, Apakah Sah?

Mereka percaya bahwa meruncingkan gigi akan mendapatkan kebahagiaan dan kedamaian jiwa. Jika mereka tidak puas dengan penampilan fisiknya, mereka akan terkena penyakit dan ditarik ke dunia lain. Selain itu, tradisi ini juga memiliki makna untuk mengendalikan diri dari enam sifat buruk manusia, yaitu hawa nafsu (Kama), tamak (Lobha), marah (Krodha), mabuk (Mada), iri hati (Matsarya), dan bingung (Moha).

Lain lagi Suku Karen yang tersebar di wilayah Myanmar dan Thailand, yang memiliki julukan suku ‘leher-panjang’ karena gelang besi yang di pakai di leher oleh para wanitanya. Gelang besi ini merupakan tanda kecantikan dan kekayaan. Selain menandakan keanggunan, pada zaman dulu gelang besi ini juga dipakai sebagai perlindungan diri dari serangan hewan buas.

Masyarakat di Afrika juga punya standar cantiknya sendiri loh. Menjelang pernikahan, para gadis Suku Mauritania diharuskan mengikuti tradisi Leblouh atau memakan bertumpuk-tumpuk makanan dan minum semangkuk besar susu unta untuk meningkatkan berat badan. Gadis yang tidak menghabiskan makanan akan dihukum.

Suku Mauritania percaya bahwa perempuan gemuk melambangkan bukan hanya kecantikan, tetapi juga kelas sosial yang tinggi. Termasuk menjadi dambaan para kaum adam. Sementara mereka mencela perempuan yang ramping atau kurus, pasalnya dianggap lemah dan mempermalukan keluarga.

Beda negara, beda budaya, beda juga standar cantiknya. Ekspetasi yang berlebihan terhadap standar kecantikan yang diciptakan membuat adanya definisi perempuan jelek dan membuat rasa percaya diri sebagian orang jadi menciut. Meski pada kenyataannya sering kali yang dipandang buruk di satu wilayah justru yang dipandang cantik di wilayah lain. Karena warna kulit, bentuk rambut, ukuran hidung, dan standar lainnya bukanlah spektrum yang bisa mengukur siapa yang paling cantik dan kurang cantik.

Anita Dewi, Mahasiswa Jurusan Psikologi UIN Sunan Gunug Djati Bandung

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *