Alissa Wahid: Konferensi I Analisis Papua Strategis Harus Menerapkan Pendekatan Keadilan untuk Papua

Kabar Damai | Jumat, 18 Maret 2022

Jakarta | kabardamai.id | Laus Deo Calvin Rumayom, Ketua Analisis Papua Strategis dan Dosen Hubungan Internasional FISIP Universitas Cenderawasih, Jayapura Papua mengunjungi Alissa Wahid, Ketua Pengurus Besar Nahdhatul Ulama (PBNU) dan Koordinator Jaringan Gusdurian Indonesia terkait persiapan Konferensi 1 (Pertama) Analisis Papua Strategis.

Alissa menegaskan Konferensi ini harus mampu menyelam lebih dalam utuk menerapkan pendekatan yang berpijak pada kemanusiaan, keadilan dan kesetaraan.

Pendekatan ini lebih ampuh dalam menyelesaikan berbagai persoalan di Papua. Alih-alih berhenti hanya memberikan ruang bicara saja.

Gus Dur dan Pendekatan Kultural terhadap Papua

“Dengan adanya konferensi ini kita harus menghilangkan segala prejudice dan membangun keberanian untuk berjalan bersama, membuka diri pada perubahan,” ungkap Alissa saat ditemui langsung di Hotel Ibis Jakarta Tamarin, Jumat (18/03/2022).

“Perlu ada pendekatan kultural seperti yang Gus Dur lakukan terhadap Papua, kita perlu membangun komunikasi yang lebih intensif dengan masyarakat Papua untuk menciptakan perdamaian serta mengobati luka batin dan trauma yang dirasakan Papua,” terangnya.

Baca Juga: Alissa Wahid: Asal Mula Gusdurian

Papua Bagian dari Indonesia

Pendekatan kultural yang dimaksud adalah menyadari bahwa masyarakat Papua merupakan bagian integral Indonesia yang harus diperlakukan sebagai masyarakat yang berdaya dan memiliki kearifan lokal. Bukan dengan pendekatan ketakutan seperti apa yang sekarang pemerintah lakukan dalam menyelesaikan konflik di Papua.

“Masyarakat Indonesia ini masih voice of judgement (menghakimi), voice of cynicism (meyakini Papua ini rendah), dan voice of fear (memberikan ketakutan) terhadap Papua, tetunya ini sangat fundamental sekali dengan pendekatan kultural yang dilakukan Gus Dur” ujar Alissa.

Fokus terhadap Kesetaraan di Papua

Karena itu Alissa berharap Konferensi I Analisis Papua Strategis ini mampu meletakkan pondasi bahwa Indonesia haruslah berani untuk “menerima” dan “menjawab” situasi di Papua tidak hanya dengan cara mengunduh, namun juga melihat sepenuhnya (open mind), mengerti sepenuhnya (open heart), dan menerima sepenuhnya (open will), untuk kemudian mengembangkan keputusan berdasarkan hasil penerimaan itu.

“Kita harus fokus terhadap kesetaraan di Papua. Sepanjang kita memperlakukan Papua secara adil maka akan tercipta perdamaian disana. Karena seperti apa yang selalu Gus Dur bilang, perdamaian tanpa keadilan hanyalah sebuah ilusi. Kita harus membuat Papua merasa menjadi bagian dari Indonesia secara utuh” tandas Alissa.

Kolaborasi Forum Agama dan Pengambil Kebijakan  Membangun Papua Damai

Frangky Tampubolon, Direktur Eksekutif Indonesian Conference on Religion and Peace (ICRP) juga turut setuju dengan gagasan Alissa Wahid terkait pendekatan yang harus dilakukan terhadap Papua,

“Pendekatan yang dilakukan Gus Dur, memang menjadi pendekatan terbaik untuk masyarakat Papua. Karena itu apa yang dilakukan oleh Gus Dur juga harus dijelaskan kepada forum agama dan pengambil kebijakan agar negara dan agama dapat berkolaborasi menciptakan damai di Papua,” terangnya.

Mendapatkan masukan dari putri Gus Dur tersebut, Laus Deo Calvin Rumayom berkomitmen mengupayakan Konferensi I Analisis Papua Strategis berhasil menjadi forum komunikasi yang lebih intensif, menciptakan perdamaian serta mengobati luka batin dan trauma yang dirasakan Papua.

“Masukan dari mbak Alissa, merupakan pencerahan bagi kami dalam menerapkan strategi perdamaian di Papua. Kami berharap Konferensi I Analisis Papua Strategis mampu menyelam lebih dalam menjadi sarana penerimaan sepenuhnya untuk kemudian mengembangkan keputusan berdasarkan hasil penerimaan  terhadap Papua tersebut. Kami akan mengupayakan Papua dapat merasa menjadi bagian dari Indonesia secara utuh,” tutup Laus.

Penulis: Ai Siti Rahayu

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *