Belajar Membangun Keluarga Demokratis dari Film Ali dan Ratu Ratu Queens

Kabar Sinema66 Views

Kabar Damai I Minggu, 20 Juni 2021

Jakarta I kabardamai.id I Ali & Ratu Ratu Queens sudah tayang di Netflix. Film yang telah lama dinantikan ini siap menghibur dan menghangatkan hati Anda lewat kisahnya yang mengangkat tentang banyaknya jalan untuk menemukan arti keluarga, serta perjuangan mengejar mimpi yang berlatar belakang di New York.

Iqbaal Ramadhan berperan sebagai Ali, laki-laki berusia 19 tahun yang memutuskan pergi ke New York untuk mencari ibunya yang telah lama hilang dari hidupnya. Sesampainya di New York, alih-alih menemukan ibunya, Ali bertemu empat perempuan diaspora Indonesia dengan latar belakang berbeda-beda dan karakter masing-masing yang unik. Mereka menamai diri mereka ‘Ratu-ratu Queens’, alias para ratu yang tinggal di daerah Queens, New York. Di situlah perjalanan Ali yang sesungguhnya dimulai.

Baca Juga: Rekomendasi Lima Film Indonesia Sarat Toleransi Agama

Empat imigran Indonesia penuh warna yang tinggal di Queens – diperankan oleh Nirina Zubir  sebagai Party, Asri Welas sebagai Biyah, Tika Panggabean sebagai Ance, dan Happy Salma sebagai Chinta. Bersama-sama dengan putri Ance, Eva – diperankan oleh Aurora Ribero – mereka pun membantu Ali menemukan arti keluarga yang sesungguhnya.

Bolehlah film ini jadi alternatif film remaja dan keluarga, karena menggambarkan tokoh perempuan tangguh dan berdaya serta alternatif bentuk keluarga. Berikut adalah lima alasan kenapa film ini layak kamu tonton.

Ajarkan Nilai Keluarga yang Suportif dan Demokratis

Dari Kisah hidup Mia mengajarkan kita nilai penting soal keluarga yang suportif dan demokratis dalam segala aspek kehidupan. Terutama dalam pengembangan dan aktualisasi diri perempuan, sebuah isu yang jarang disoroti karena bias-bias normatif soal hilangnya otoritas diri perempuan begitu dia menikah, apalagi setelah mempunyai anak. Karier perempuan pun kerap kali jadi sasarannya, seperti yang dialami Mia. Y

Yang disayangkan, Ali dan Ratu-ratu Queens hanya menyebut beberapa kali  bagaimana Hasan tidak mendukung karier dan cita-cita Mia, tanpa menyoroti bagaimana pertentangan batin yang Mia rasakan sebagai seorang istri dan ibu.  Perjalanan hidup Mia sebagai seorang ibu, istri, sekaligus pencari nafkah yang memiliki ambisi dalam karier seharusnya bisa disoroti untuk memperkuat dan memperjelas nilai yang ingin disampaikan dan memperkuat logika cerita. Apalagi, melepas tanggung jawab sebagai ibu dan istri tak pernah jadi pilihan Mia (atau sebagian besar ibu) sedari awal.

Showrunner dan produser Muhammad Zaidy sempat menyebutkan tujuan utama film ini dalam menggugat arti sebuah keluarga, “Keluarga bisa saja menjadi sebuah konsep yang menjelaskan ikatan kita dengan orang-orang terdekat, karena sebenarnya ada banyak jalan untuk mendefinisikan arti keluarga.” Tidak heran apabila perjuangan Ali dalam bersatu kembali dengan ibunya yang hidup terpisah, serta pertemuannya dengan empat sosok keibuan akan memancing air mata. Tentunya kita sudah tidak sabar lagi mengetahui kesimpulan cerita!

Film Ali & Ratu-ratu Queens juga mengajarkan kita bahwa rumah sebagai tempat aman yang diisi dengan orang-orang yang selalu mendukung dan menyayangi kita, bisa kita pilih dan temukan sendiri, bukan hanya dalam keluarga yang memiliki hubungan darah. Ali memang pergi ke New York untuk menemukan ibunya. Tapi, dia justru menemukan rumah lain yang menerima dia apa adanya, dan selalu mendorong dia untuk menjadi orang yang lebih kuat dalam menjalani hidup.  Selama di New York, Ali juga menemukan banyak orang baik yang tak segan menolong dan memberi dia semangat.

Film Ali dan Ratu-ratu Queens menyoroti berbagai latar belakang,situasi hidup, dan karakter perempuan yang realistis, dimulai dari ibu tunggal, perempuan yang pernah ditipu agen hingga kehilangan uang ratusan juta, sampai pekerja harian kasar.

Namun, hal itu tidak membuat para perempuan ini terpuruk. Mereka tumbuh lebih kuat dan saling menyayangi, termasuk menyayangi Ali sejak awal mereka bertemu. Akting Happy Salma (Cinta), Tika Panggabean (Ance), Asri Welas (Biyah), dan Nirina Zubir (Parti) memberi warna dalam film ini.

Penggambaran tokoh Ali yang tidak jaim ataupun mengelak emosi-emosi yang dia rasakan mendobrak gambaran maskulinitas toksik yang kerap dilanggengkan oleh berbagai film layar lebar. Ali bisa secara luwes mengungkapkan rasa sedih karena kerinduannya pada sang ibu.

Bisa pula mengungkapkan rasa bersyukur dan terima kasih karena bisa menemukan “rumah” baru dalam sosok ratu-ratu Queens. Meski proses yang dilaluinya tidak mudah, Ali berhasil memeluk kesedihannya, menyembuhkan dirinya sendiri, hingga bisa bangkit untuk menjadi orang yang lebih baik.

Penulis: Ai Siti Rahayu

Sumber: Magdalene I IDN Times I Sindonews

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *